Bisnis.com, JAKARTA - Pada abad ke-19, frasa “pertarungan hebat” digunakan untuk menggambarkan persaingan merebut kekuasaan dan pengaruh di Afghanistan antara Kerajaan Inggris dan Kekaisaran Rusia.
Karena tidak ada pihak yang menang, sehingga muncul istilah negara "kuburan kekaisaran" yang disematkan kepada Afghanistan.
Berselang dua abad kemudian, negara adidaya Amerika Serikat (AS) seperti mengulang sejarah di negara yang kaya sumber daya alam tersebut.
Bagaimana tidak. Sebanyak 300.000 tentara Afghanistan yang dilatih dan diperlengkapi senjata canggih oleh AS, menyerah dalam hitungan jam pada 16 Agustus 2021. Seolah-olah kejadian di Kabul sebagai pengingat batas kekuatan Amerika Serikat di Timur Tengah dan Asia secara lebih luas.
Presiden AS Joe Biden mungkin akan menerima kritik paling tajam atas penarikan pasukan yang berakibat fatal. Artinya, niat AS "membangun negara" yang telah menolak campur tangan luar selama ribuan tahun itu gagal.
Akan tetapi, setelah jatuhnya Kabul, penarikan pasukan AS yang tergesa-gesa dari Afghanistan, meski telah menghamburkan dana sebanyak US$1 triliun, tetap menjadi pertanyaan besar.