Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR RI Harap Parlemen Negara Asean Tak Pasif soal Problem Myanmar

Ketua BKSAP DPR RI menegaskan tindakan pengambilalihan paksa pemerintahan Myanmar oleh militer tersebut adalah bentuk kemunduran demokrasi.
Seorang pria mengacungkan salam tiga jari, simbol perlawanan sipil terhadap kudeta dan junta militer Myanmar, ketika melewati ban terbakar sewaktu unjuk rasa menentang kudeta di Mandalay, Myanmar, 1 April 2021./Antara/Reuters-Stringer
Seorang pria mengacungkan salam tiga jari, simbol perlawanan sipil terhadap kudeta dan junta militer Myanmar, ketika melewati ban terbakar sewaktu unjuk rasa menentang kudeta di Mandalay, Myanmar, 1 April 2021./Antara/Reuters-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mendorong lembaga parlemen di negara-negara Asia Tenggara untuk tidak bersikap pasif atas situasi di Myanmar atau menutup mata terhadap kondisi urusan rumah tangga Asean.

Dia pun menyatakan bahwa parlemen Indonesia mendukung upaya untuk mewujudkan penyelesaian konflik di Myanmar secara damai dengan diplomasi antar parlemen. Kondisi Myanmar pascakudeta militer menciptakan konflik di dalam negara tersebut dan menarik sorotan internasional.

"Secara dinamis dan progresif, parlemen di negara-negara Asean punya posisi strategis menjadi peacemaker sesuai kapasitas dan mandat politik yang dimiliki. Dalam hal ini BKSAP sebagai ujung tombak diplomasi parlemen mempunyai mandat membantu diplomasi negara melaksanakan diplomasi antara parlemen," kata Politisi Fraksi Partai Gerindra itu, seperti dilansir laman resmi DPR, Selasa (27/6/2021).

Fadli menegaskan tindakan pengambilalihan paksa pemerintahan Myanmar oleh militer tersebut adalah bentuk kemunduran demokrasi di negeri seribu pagoda tersebut.

"Banyak wara sipil jadi korban dan terjadi krisis kemanusiaan. Kondisi di Myanmar juga menjadi taruhan keberadaan Asean sebagai lembaga antar bangsa yang menaungi kawasan Asia Tenggara," ungkap Fadli.

Oleh karena itu, kata Fadli, dunia internasional menanti kiprah Myanmar mengatasi persoalan tersebut. Dia pun menyadari, tantangan menyelesaikan konflik juga menghambat perdamaian di Myanmar.

Pasalnya, ada ketidaksamaan persepsi antara negara-negara Asean dalam memandang kasus Myanmar, serta prinsip non interference (tidak ikut campur) oleh negara-negara Asean.

Fadli memastikan BKSAP sudah lebih dulu memperhatikan isu-isu yang tengah berkembang di Myanmar, khususnya terkait advokasi kasus Rohingya.

"Sedangkan pada titik ini, BKSAP menilai sikap tidak ikut campur yang dilakukan negara Asean lainnya seharusnya tidak dimaknai bahwa Asean sebagai lembaga tersendiri," jelasnya.

Lebih lanjut, Anggota Komisi I DPR RI itu menerangkan bahwa dalam melakukan diplomasi, BKSAP turut menyuarakan kepentingan nasional serta memperjuangkan berbagai resolusi yang bermanfaat bagi kepentingan publik dalam rangka menguatkan demokrasi.

"Kami pun berupaya memasukkan isu Myanmar sebagai outcome document di berbagai organisasi parlemen dunia," terang Fadli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper