Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlukah Survei Capres 2024 saat Covid-19 Mendera?

Di tengah kondisi tingginya penyebaran wabah Covid-19, sebaiknya lembaga-lembaga survei turut membantu menyelesaikan persoalan bangsa.
Direktur Eksekutif Asosiasi Riset & Opini Publik Indonesia (Aropi) Rico Marbun usai memaparkan hasil survei bertajuk Kuda Hitam Capres 2024 dan Persepsi Publik Atas Dinamika Sosial Politik Pasca 100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Senin (24/2/2020). JIBI/Bisnis-Nindya Aldila
Direktur Eksekutif Asosiasi Riset & Opini Publik Indonesia (Aropi) Rico Marbun usai memaparkan hasil survei bertajuk Kuda Hitam Capres 2024 dan Persepsi Publik Atas Dinamika Sosial Politik Pasca 100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Senin (24/2/2020). JIBI/Bisnis-Nindya Aldila

Bisnis.com, JAKARTA - Ada hal menarik di tengah tingginya penyebaran Covid-19 akhir-akhir ini, baik di Jakarta maupun di seluruh wilayah Indonesia.

Apalagi, kalau bukan pembicaraan yang mewarnai narasi publik terkait calon presiden 2024 akhir-akhir ini.

Tidak salah memang, meski pemilihan presiden masih tiga tahun lagi. Hanya saja, agak sulit untuk ditemukan alasan yang kuat kalau ‘tebak-tebakan’ capres 2024 tersebut menjadi penting bagi kepentingan publik saat ini.

Apalagi, hasil survei itu turut menyita perhatian publik di tengah berbagai krisis yang tengah dihadapi anak bangsa saat ini. Pasalnya, semua nama yang diunggulkan dalam hasil survei itu tidak mungkin tidak punya pendukung. Apalagi, mereka berada pada posisi strategis seperti dari klaster ketua umum partai, kepala daerah, serta kelompok menteri kabinet yang tidak kalah sibuk dalam urusan pandemi Covid-19.

Bagaimana tidak. Saat ini Indonesia tidak saja menghadapi krisis kesehatan akibat Covid-19, tetapi juga krisis ekonomi yang ditandai dengan kian tertutupnya sumber pandapatan keuangan keluarga akibat ambang batas pergerakan manusia yang semakin lebar.

Di sisi lain, dampak luka lama akibat dua pemilihan presiden terakhir yang membuat masyarakat terpolarisasi belum hilang.

Emosi publik dengan segala dukungan pada kawan dan cacian terhadap pihak lawan, masih belum hilang ketika capres Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto berhadap-hadapan pada Pilpres 2019.

Apalagi, istilah ‘cebong’ untuk pendukung Jokowi versus ‘kampret’ untuk pendukung Prabowo telah membawa konsekuensi negatif dalam tata pergaulan sosial, baik di alam nyata maupun di berbagai media sosial.

Bahkan, residu permusuhan itu masih ada hingga kini sekalipun Prabowo telah berada di dalam kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi.

Dua Hasil Survei

Setidaknya, ada dua hasil survei yang cukup memengaruhi perhatian publik akibat pemberitaan media massa yang cukup luas sejak dua bulan terakhir, atau bersamaan dengan pesatnya peningkatan jumlah kasus penularan Covid-19 yang telah menewaskan lebih dari 60 ribu anak bangsa.

Nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menhan Prabowo Subianto, dan nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, selain Gubenur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Menparekraf Sandiaga Uno selalu bertengger di jejeran sepuluh besar capres 2024 hasil survei.

Bahkan, nama Presiden Jokowi juga masuk dalam deretan elite capres tersebut, terlepas dari kendala konstitusional bernegara.

Artinya, siapa pun dari para tokoh tersebut di atas yang dijagokan oleh hasil survey, maka sedikit banyaknya akan membuat emosi publik kembali terusik kalau tidak mau disebut terganggu saat kondisi bangsa prihatin dengan peningkatan paparan Covid-19.

Apalagi, saat ini masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Bali tengah menghadapi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Karena itu, seharusnya emosi masyarakat tidak terganggu dengan persoalan politik yang seharusnya sudah selesai dengan usainya pemilihan presiden (2019) maupun pemilihan kepala daerah pada 9 Desember 2020.

Artinya, sebagai kepala daerah, ketua umum partai, maupun menteri kabinet, para calon presiden versi lembaga survei itu seharusnya tidak terganggu konsentrasinya dalam menghadapi penularan Covid-19 saat ini yang jauh lebih memerlukan perhatian publik.

Bantu Penanganan Covid-19

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin berpendapat bahwa di tengah kondisi tingginya penyebaran wabah Covid-19, sebaiknya lembaga-lembaga survei turut membantu menyelesaikan persoalan bangsa.

Kalau perlu, mereka turut memberikan bantuan dana untuk meringankan beban masyakat yang terdampak Covid-19.

Dia menilai, sejauh ini belum ada sosok capres yang memiliki elektabilitas di atas 30 persen, baik Ganjar maupun Prabowo dan Anies misalnya.

Karena itu, hasil survei tersebut belum akan memberikan apa-apa terhadap siapa yang akan berpeluang paling besar menjadi presiden Indonesia pada 2024.

“Semuanya masih rata. Belum ada yang punya elektabilitas di atas 30 persen,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis untuk dimintai pendapatnya terkait fenomena tersebut, Selasa (6/7/2021).

Bahkan, dia menilai bukan tidak mungkin pelaku survey tersebut turut ‘bermain’ di balik dukung-mendukung calon presiden sehingga tidak saja menggangu pemulihan Covid-19, malah turut memperkeruh suasan politik di Tanah Air.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper