Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amerika Serikat Sita 36 Situs Web Milik Iran, Termasuk PressTV

Domain web yang disita termasuk jaringan berita berbahasa Inggris PressTV dan saluran berbahasa Arab Al-Alam News serta Al-Kawthar TV.
Bendera Iran/Reuters
Bendera Iran/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat menyita 36 situs web milik Iran dalam suatu langkah yang akan mengobarkan ketegangan kedua negara menjelang pembicaraan nuklir di Wina yang akan dilanjutkan bulan depan.

Sebuah pesan muncul di beberapa situs web berita milik pemerintah Iran yang mengklaim bahwa mereka disita oleh Pemerintah Amerika Serikat. Langkah itu disebut sebagai penegakan hukum bersama antara FBI dan Biro Industri dan Keamanan Departemen Perdagangan AS.

Domain web yang disita termasuk jaringan berita berbahasa Inggris PressTV dan saluran berbahasa Arab Al-Alam News serta Al-Kawthar TV.

Sebuah pernyataan oleh Jaringan Berita Republik Islam Iran menyatakan langkah itu tampaknya menjadi bagian dari tindakan keras skala besar oleh AS di situs web berita yang terkait dengan apa yang disebut Iran sebagai 'poros perlawanan'. Poros itu mencakup Suriah, Hizbullah, beberapa milisi Irak dan Hamas.

Pejabat AS tidak memberikan perincian lebih lanjut. Departemen Luar Negeri AS mengarahkan pertanyaan ke Departemen Kehakiman, di mana para pejabat belum mau menanggapi permintaan komentar. Penyitaan itu dilaporkan sebelumnya oleh outlet termasuk Fox News seperti dikutip Bloomberg.com, Rabu (23/6/2021).

AS pada Oktober menyita 92 nama domain yang katanya digunakan oleh Korps Pengawal Revolusi Islam Iran yang dituduh terlibat dalam upaya disinformasi global. Hanya empat dari situs tersebut yang “dinyatakan sebagai outlet berita asli,” kata Departemen Kehakiman dalam sebuah pernyataan pada saat itu.

Tindakan itu dimulai dengan teknik intelijen yang disediakan oleh Google, menurut Departemen Kehakiman pada saat itu, namun pada akhirnya mewakili upaya kolaboratif antara perusahaan mesin pencari, Facebook Inc. dan Twitter Inc.

Penyitaan itu kemungkinan akan menambah ketegangan baru pada putaran negosiasi nuklir berikutnya, yang diperkirakan akan berlangsung di Wina dalam beberapa minggu mendatang. Perundingan itu akan menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 dengan kekuatan dunia yang ditinggalkan oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2018.

Para pejabat AS dan Iran telah melaporkan kemajuan dalam enam putaran pertama pembicaraan itu, yang berlangsung melalui perantara termasuk Rusia dan Prancis.

Tetapi ketidakpercayaan tetap tinggi dan pembicaraan semakin panas akibat kemenangan calon presiden garis keras Ebrahim Raisi dalam pemilihan presiden Iran pekan lalu.

Raisi telah menuntut diakhirinya sanksi AS dan mengatakan negara itu tidak akan menyerah pada negara lain atas upayanya membangun teknologi nuklir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper