Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Negara Berlomba Modernisasi Senjata, Penggunaan Nuklir Justru Meningkat

Jumlah senjata nuklir yang dikerahkan dengan pasukan operasional meningkat dari 3.720 menjadi 3.825.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un memberi panduan program senjata nuklir dalam foto tak bertanggal yang  dirilis Kantor Berita Pusat Korea Utara Korea Utara./Reuters
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un memberi panduan program senjata nuklir dalam foto tak bertanggal yang dirilis Kantor Berita Pusat Korea Utara Korea Utara./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Ketika negara-negara berkomitmen memperbarui atau memodernisasi persenjataan mereka, penurunan penggunaan nuklir yang terlihat sejak awal 1990-an tampaknya terhenti dengan beberapa tanda peningkatan numerik.

Demikian laporan penelitian yang dirilis oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).

"Pengurangan persenjataan nuklir telah dilakukan sejak akhir Perang Dingin tampaknya mulai merata," kata Hans Kristensen, rekan senior di Program Perlucutan Senjata Nuklir, Pengendalian Senjata, dan Program Non-proliferasi SIPRI, dilansir Channel News Asia, Senin (14/6/2021).

SIPRI memperkirakan jumlah nuklir di antara sembilan negara bersenjata nuklir yakni Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara, berjumlah 13.080 pada awal 2021, sedikit menurun dari 13.400 tahun sebelumnya.

Namun, ini termasuk bekas hulu ledak yang menunggu untuk dibongkar. Tanpa hulu ledak itu, persediaan senjata nuklir militer gabungan meningkat dari 9.380 menjadi 9.620.

Sementara itu, jumlah senjata nuklir yang dikerahkan dengan pasukan operasional meningkat dari 3.720 menjadi 3.825.

Dari jumlah tersebut, sekitar 2.000 disimpan dalam keadaan siaga operasional tinggi yang berarti untuk diluncurkan dalam hitungan menit.

"Kami melihat program modernisasi nuklir yang sangat signifikan di seluruh dunia dan di semua negara pemilik senjata nuklir," kata Kristensen.

Dia menambahkan bahwa negara-negara nuklir juga tampaknya meningkatkan pentingnya mengaitkan senjata nuklir dalam strategi militer.

Perubahan ini dapat diamati di Rusia dan Amerika Serikat, yang bersama-sama memiliki lebih dari 90 persen senjata nuklir dunia. Kristensen menekankan bahwa terlalu dini untuk mengatakan jika pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden akan menyimpang dari strategi di bawah pendahulunya Donald Trump.

"Saya pikir pemerintahan Biden memberi sinyal dengan cukup jelas bahwa mereka akan melanjutkan dorongan utama yang luar biasa dari program modernisasi nuklir yang sedang berlangsung selama tahun-tahun Trump," katanya.

AS dan Rusia terus membongkar hulu ledak yang sudah tidak digunakan, tetapi keduanya memiliki sekitar 50 lebih banyak penempatan operasional pada awal 2021 daripada tahun sebelumnya.

Pada saat yang sama, perjanjian pengurangan senjata nuklir antara AS dan Rusia diperpanjang selama lima tahun lagi pada awal 2021, meskipun pada menit terakhir.

Penulis laporan mengatakan ketujuh negara bersenjata nuklir lainnya juga mengembangkan atau menyebarkan sistem senjata baru atau telah mengumumkan niat mereka untuk melakukannya.

Sementara itu, kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICAN) bulan ini melaporkan bahwa negara-negara nuklir meningkatkan pengeluaran untuk persenjataan mereka sebesar US$1,4 miliar menjadi US$72 miliar pada 2020, bahkan ketika pandemi berkecamuk.

Meskipun mungkin ada pembalikan tren sejak akhir Perang Dingin, Kristensen memperingatkan ada banyak ketidakpastian tentang ke mana arah perkembangan di masa depan.

"Apakah hanya fase pengurangan telah berakhir, atau kita bahkan akan melihat peningkatan karena negara-negara mungkin menginginkan lebih banyak senjata," katanya, seraya menambahkan bahwa persediaan China yang terus bertambah juga dapat mempengaruhi kesiapan AS dan Rusia untuk melucuti senjata.

Situasi selama Perang Dingin jauh lebih intens dan jumlah senjata nuklir mencapai puncaknya sekitar 70.000 pada 1986.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper