Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wadah Pegawai Sebut Tes Wawasan Kebangsaan Justru Lemahkan KPK

Tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2020). WP KPK telah melapor kepada Dewan Pengawas KPK terkait polemik pengembalian penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri. Kompol Rossa merupakan penyidik yang menangani operasi tangkap tangan mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan mantan Caleg PDIP Harun Masiku./Antara
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2020). WP KPK telah melapor kepada Dewan Pengawas KPK terkait polemik pengembalian penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri. Kompol Rossa merupakan penyidik yang menangani operasi tangkap tangan mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan mantan Caleg PDIP Harun Masiku./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK.

Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo mengklaim tes ini memang dimaksudkan untuk menyingkirkan pegawai yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.

"TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan Pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis," kata Yudi dalam keterangannya, Rabu (5/5/2021).

Menurut Yudi, TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Bahkan, ucap Yudi, dalam UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK. 

"TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?" ucapnya.

Dia pun menyebut bahwa TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya.

Lebih lanjut, ucap Yudi, Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan kemarin (4/5) ditegaskan pada halaman 340 bahwa, proses peralihan tersebut tak boleh merugikan hak pegawai.

Berkaitan dengan hal tersebut, ucap Yudi, sudah seharusnya pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK.

"Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks intsitusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper