Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjanjian Nuklir, Iran Tolak Pertemuan Informal dengan Negara Barat

AS memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran setelah presiden saat itu Donald Trump keluar dari kesepakatan pada 2018.
Pembangkit listrik bertenaga nuklir di Bushehr, Iran, sekitar 750 kilometer sebelah selatan Teheran./Bloomberg/Mohsen Shandiz
Pembangkit listrik bertenaga nuklir di Bushehr, Iran, sekitar 750 kilometer sebelah selatan Teheran./Bloomberg/Mohsen Shandiz

Bisnis.com, JAKARTA - Iran menolak rencana pertemuan informal dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa untuk membahas cara menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar dan bersikeras bahwa Washington harus terlebih dahulu mencabut semua sanksi sepihaknya.

"Mempertimbangkan tindakan dan pernyataan baru-baru ini oleh Amerika Serikat dan tiga kekuatan Eropa, Iran tidak menganggap ini sebagai waktu untuk mengadakan pertemuan informal dengan negara-negara ini, yang diusulkan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (1/3/2021).

Menanggapi perkembangan itu, AS menyatakan bahwa pihaknya "kecewa", tetapi tetap "siap untuk terlibat kembali dalam diplomasi yang berarti untuk kembali bersama untuk mematuhi komitmen JCPOA," kata seorang juru bicara Gedung Putih, mengacu pada Rencana Aksi Komprehensif Bersama, nama resmi dari kesepakatan nuklir Iran.

Para pejabat Iran mengatakan, pihak Teheran sedang mempelajari proposal oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell untuk mengadakan pertemuan informal dengan pihak lain dalam pakta nuklir dan AS.

AS memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran setelah presiden saat itu Donald Trump keluar dari kesepakatan pada 2018.

Perjanjian yang ditandatangani di Wina pada tahun 2015 mengikat Iran untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi internasional secara bertahap. Akan tetapi, sejak AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian dan menerapkan kembali sanksi sebagai bagian dari "tekanan maksimum" terhadap Teheran, Iran telah meningkatkan pekerjaan nuklirnya dengan melanggar JCPOA.

Iran dan pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden berselisih tentang siapa yang harus mengambil langkah pertama untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu. Iran bersikeras AS harus mencabut sanksi terlebih dahulu, sementara Washington mengatakan Teheran harus terlebih dahulu kembali mematuhi kesepakatan, yang telah dilanggar secara progresif.

AS menyatakan akan berkonsultasi dengan mitranya yang merupakan penandatangan JPOA yakni China, Prancis, Rusia, Inggris dan Jerman untuk  mencari jalan cara terbaik ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper