Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dianggap Tak Adil, DPR Minta Pemerintah Tegas ke Raksasa Digital Dunia

Banyak keuntungan yang diraup oleh perusahaan Over The Top (OTT), seperti Facebook, YouTube, Google, Twitter di Indonesia. Kontribusinya untuk Indonesia?
Media sosial/Istimewa
Media sosial/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin meminta pemerintah bersikap tegas terhadap keberadaan raksasa-raksasa digital dunia yang beroperasi di Indonesia termasuk Facebook dan Google.

Pasalnya, lanjut Hasanuddin, banyak keuntungan yang diraup oleh perusahaan Over The Top (OTT) tersebut ketika beroperasi di satu negara termasuk Indonesia. Namun, dia mempertanyakan kontribusi apa yang secara signifikan diberikan platform tersebut bagi negara tempat mereka beroperasi, termasuk Indonesia.

OTT itu mengacu kepada perusahaan yang menyediakan layanan jasa konten seperti media sosial Facebook, YouTube, Google, Twitter dan lain-lain.

"Nah, mereka ini kan perusahaannya terdaftar dan bayar pajak di negara lain/asalnya (Amerika Serikat) tapi beroperasi lintas negara dan bisa jual konten iklan digital ke negara manapun. Buat Indonesia ini tak adil karena mereka jualan konten digital di kita tapi tak bayar pajak ke kita," tegas Politikus PDIP itu menanggapi langkah Pemerintah Australia yang mulai mengatur hal tersebut secara tegas demi kepentingan media setempat.

Diakui Hasanuddin, dari beberapa regulasi yang ada memang belum secara eksplisit menyentuh keberadaan OTT selama ini. "Soal aturan OTT di kita belum ada, pengaturan layanan OTT selama ini memang masih luput, baik dalam Undang-Undang No. 36/1999 tentang Telekomunikasi maupun PP No. 52/2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi," katanya.

Namun demikian, dia mengaku optimistis di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi, kedaulatan digital dan soal keberadaan OTT yang selama ini luput akan diatur secara tegas.

"Saat ini, pemerintah sudah merampungkan Peraturan Pemerintah (PP 46 Tahun 2021 Tentang Postelsiar) sebagai aturan turunan Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang salah satu poin utamanya adalah mengatur operasional OTT di Tanah Air," katanya.

Berbeda dengan Indonesia, Australia dengan jumlah penduduk yang tidak begitu besar seperti Indonesia jika dilihat dari aspek potensi pasar digitalnya pun masih kalah jauh dengan Indonesia.

Namun, melalui Pemerintahannya dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Scott Morrison dengan tegas memberikan tekanan secara konkret kepada para penyedia layanan jasa konten atau OTT salah satunya kepada Facebook.

Terbaru, Australia menekan raksasa digital Facebook agar mau berbagi keuntungan dengan media-media lokal Australia. Bahkan demi menegakkan kedaulatan bangsa dan negaranya dibidang digital utamanya, pemerintah Australia mengesahkan undang-undang baru bernama News Media Bargaining Code Law.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper