Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terungkap! Edhy Prabowo dan Istri Beli Barang Mewah di AS Pakai Kartu Kredit PNS

Dalam kesaksiannya, Zaini membeberkan pembelian barang mewah yang dilakukan mantan Menteri KKP Edhy Prabowo dan istrinya, anggota DPR Iis Rosita Dewi menggunakan kartu kredit miliknya.
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/1/2021)./Antararn
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/1/2021)./Antararn

Bisnis.com, JAKARTA - Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini Hanafi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap izin ekspor benih atau benur lobster yang menjerat eks Menteri KKP Edhy Prabowo.  

Dia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Suharjito, penyuap Edhy Prabowo. Dalam kesaksiannya, Zaini membeberkan pembelian barang mewah yang dilakukan mantan Menteri KKP Edhy Prabowo dan istrinya, anggota DPR Iis Rosita Dewi saat berkunjung ke Hawai, Amerika Serikat.

Seperti diketahui, Zaini merupakan salah satu pihak yang ikut dalam perjalanan Edhy dan Iis ke Amerika Serikat sebelum peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten beberapa bulan lalu. Dalam kesaksiannya, dia bercerita Edhy Prabowo membeli jam tangan merk Rolex saat di Hawai.

"Pak Menteri [Edhy Prabowo] membeli jam Rolex. Nah, Pak Menteri membeli jam Rolex satu. Kemudian ibu (Iis) ingin membeli juga dan ternyata kuota kartu kreditnya atau apanya saya kurang ngerti, itu kehabisan," ujar Zaini dalam persidangan, Rabu (17/2/2021).

Lantaran kartu kredit Edhy tak bisa digunakan, eks Menteri KKP itu kemudian hendak meminjam kartu kredit milik Zaini. Setelah dipinjamkan, rupanya kartu kredit Zaini pun saat itu tak bisa digunakan.

Zaini menyebut Iis kemudian tak jadi membeli jam tangan Rolex. Keesokan harinya, kata dia, Iis kembali meminjam kartu kredit miliknya untuk belanja barang mewah lain. Salah satunya tas merek Hermes.

"Besok paginya baru meminjam kartu kredit lagi itu untuk membeli tas Hermes. Kemudian parfum [Hermes] sama syal [Hermes] kalau tidak salah," kata Zaini.

Hakim pun bertanya harga barang mewah yang dibeli Iis menggunakan kartu kreditnya. Zaini menjelaskan harga tas Hermes itu berkisar US$$ 2.600 dan parfum US$ 300. Jika menggunakan kurs rupiah Rp14.000 per dollar AS, maka harga tas dan parfum Hermes masing-masing Rp36,4 juta dan Rp4,2 juta. 

"Syal seingat saya, kalau tidak salah bros, syal atau bros harganya itu US$2.200, kemudian, sepatu Channel ibu juga beli US$ 9.100," kata Zaini.

Hakim kemudian memastikan apakah Zaini sengaja memberikan pinjaman atau Edhy dan Istri yang meminjamnya. Menurut Zaini, Edhy dan Iis yang meminjam kepadanya. Hakim pun bertanya apakah utang tersebut sudah dikembalikan kepada dirinya. 

"Sampai sekarang belum. Mau ditagih, tapi masih belum Pak. Tapi akan saya tagih karena pinjam, Pak. Kalau enggak ditagih di akhirat," kata dia.

Zaini pun mengaku berani jika keterangannya tersebut dikonfrontir dengan Iis Rosita Dewi dalam persidangan.

"Nanti akan kami minta keterangan Bu Iis juga ya, apa pinjam atau saudara yang nawarin?" kata hakim yang disetujui Zaini.

Diketahui, Pemilik PT DPPP Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,1 miliar yang terdiri dari US$103.000 ribu (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706,05 juta kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Pada April 2020, Amiril Mukminin atas permintaan Edhy Prabowo mencari perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang akan digunakan untuk project ekspor BBL dan didapat perusahaan PT. Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe," kata jaksa penuntut umum Zainal Abidin.

Atas perbuatannya, Suharjito diancam pidana dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper