Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PBB Ingatkan Myanmar agar Tak Gunakan Kekerasan ke Demonstran

Pengunjuk rasa di Myanmar kembali berdemonstrasi kemarin, Senin (15/2/2021) untuk mengecam kudeta 1 Februari dan menuntut pembebasan para pemimpin.
Seorang biksu Buddha memegang tanda berdiri di samping kendaraan lapis baja saat protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2/2021)./Antara/Reuters-Stringer
Seorang biksu Buddha memegang tanda berdiri di samping kendaraan lapis baja saat protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2/2021)./Antara/Reuters-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa utusuan khusus mereka telah memperingatkan tentara Myanmar ihwal 'konsekuensi berat' untuk setiap respons keras terhadap pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang kudeta.

Seperti diketahui, pengunjuk rasa di negara itu kembali berdemonstrasi kemarin, Senin (15/2/2021) untuk mengecam kudeta 1 Februari dan menuntut pembebasan pemimpin yang ditahan, termasuk Aung San Suu Kyi. Padahal, kendaraan lapis baja dan tentara telah dikerahkan ke beberapa kota besar pada akhir pekan lalu.

Warga yang mengikuti protes pada hari Senin lebih kecil daripada ratusan ribu orang yang telah bergabung dengan demonstrasi sebelumnya. Namun, protes itu terjadi di berbagai wilayah Myanmar yang menentang kudeta yang telah menghentikan satu dekade transisi menuju demokrasi.

Dalam sambungan telepon dengan wakil kepala junta militer Myanmar, Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener menegaskan bahwa hak berkumpul secara damai harus dihormati sepenuhnya dan para demonstran tidak dikenakan pembalasan.

"Dia telah menyampaikan kepada militer Myanmar bahwa dunia sedang mengawasi dengan saksama, dan segala bentuk tanggapan keras kemungkinan besar memiliki konsekuensi yang berat," kata Farhan Haq di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam catatan pertemuan itu, tentara Myanmar mengatakan pejabat penting junta militer, Soe Win, telah membahas rencana dan informasi pemerintah tentang situasi sebenarnya dari apa yang terjadi di Myanmar.

Selain mendesak tentara untuk menghormati hak asasi manusia dan institusi demokrasi, Schraner Burgener juga telah memperingatkan terhadap pemadaman internet.

Militer Myanmar memutus internet untuk malam kedua berturut-turut pada Selasa pagi, meningkatkan kekhawatiran di antara para penentang kudeta, terutama setelah tentara menangguhkan batasan hukum atas kewenangan pencarian dan penahanan.

"Ada kecurigaan pemadaman listrik ini untuk melakukan kegiatan yang tidak adil, termasuk penangkapan sewenang-wenang," kata kelompok Asosiasi Bantuan Tahanan Politik setempat, yang mencatat 426 penangkapan.

Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya konflik berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan langsung militer yang berakhir pada tahun 2011 ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil.

Militer mengatakan pada Senin malam bahwa protes merusak stabilitas dan membuat orang ketakutan. Kekerasan selama protes telah dibatasi dibandingkan di bawah pemerintahan junta militer sebelumnya.

Tetapi polisi melepaskan tembakan beberapa kali untuk membubarkan pengunjuk rasa, termasuk pada hari Senin. Seorang wanita yang terkena tembakan polisi di ibu kota Naypyitaw pekan lalu diperkirakan tidak akan selamat.

Selain demonstrasi di kota-kota, gerakan pembangkangan sipil mengakibatkan pemogokan yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper