Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Pemilu Batal, KPU Akui Bakal Sulit Awasi Dana Kampanye

Anggota Komisioner KPU Hasyim Asyari menjelaskan dilema tersebut antara lain terkait dengan pengawasan dana kampanye dan sumber dana dengan berkaca pada Pemilu 2019.
Komisioner Bawaslu Muhammad Afifudin (kanan) bersama Komisioner KPU Hasyim Asyari (tengah) dan Viryan Azis menjawab pertanyaan dari wartawan terkait dugaan surat suara tercoblos di Malaysia, di media center Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (11/4/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi
Komisioner Bawaslu Muhammad Afifudin (kanan) bersama Komisioner KPU Hasyim Asyari (tengah) dan Viryan Azis menjawab pertanyaan dari wartawan terkait dugaan surat suara tercoblos di Malaysia, di media center Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (11/4/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai batalnya revisi Undang-Undang Pemilu akan mengakibatkan dilema terhadap pengawasan dana kampanye pada Pemilu 2024.

Anggota Komisioner KPU Hasyim Asyari menjelaskan dilema tersebut antara lain terkait dengan pengawasan dana kampanye dan sumber dana.

Berkaca pada Pemilu 2019, adanya pelanggaran pada batasan sumbangan terhadap capres dan cawapres dan juga sumber dana terlarang baru bisa diketahui setelah laporan dana kampanye akhir sudah disampaikan ke kantor akuntan publik yang diberi wewenang Undang-undang.

Audit laporan dana kampanye berlangsung pada Mei 2020. Dalam aturan UU Pemilu, peserta pemilu yang menerima sumbangan melebihi ketentuan pembatasan sumbangan dana kampanye, diwajibkan menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye berakhir.

“Pada 17 April, kampanye sudah selesai. Padahal hasil audit baru bisa diketahui pada rentang waktu bulan Mei. Jadi dari segi politik hukum UU bagi saya ini problematik, aturannya ada, tetapi tidak bisa dilaksanakan,” katanya dalam Membaca Pola Pendanaan Politik Pilpres: Antisipasi 2024 yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Selasa (9/2/2021).

Selain itu, dalam konteks Pilpres, partai baru akan kesulitan memberikan dukungan dana kampanye kepada capres dan cawapres.

Hal ini lantaran menurut ketentuan, parpol yang dapat memberikan dana kampanye hanya partai yang punya kursi minimal 20 persen di DPR atau 25 persen suara sah pada Pemilu 2019.

Artinya, partai baru belum bisa menjadi bagian dari parpol yang mengusulkan atau mendaftarkan calon presiden.

Konsekuensinya, mereka yang hendak mendukung capres bisa memberi dana melalui kategori perseorangan atau individu yang dibatasi nilainya hingga Rp2,5 miliar. Kedua, logo parpol tidak dapat muncul di desain surat suara.

“Ini dilema bagi parpol baru. Lalu untuk apa jadi parpol peserta pemilu tetapi tidak bisa mendaftarkan presiden, hanya bisa menjadi peserta pemilu DPR dan DPRD,” ungkapnya.

Dia mengaku belum dapat memastikan terkait dengan kepastian adanya perubahan UU Pemilu. Hasyim tampak agak pesimis dengan kemungkinan tersebut setelah melihat arah parpol yang enggan memberi jalan.

“Pertanyaannya, kalau UU Pemilu masih tetap dan tidak direvisi, maka akan terjadi dilema yang sama. Kalau ada partai baru dia tidak bisa menjadi sumber pendanaan bagi pilpres dan nama partai tidak muncul di desain surat suara,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper