Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Obral Insentif ke Mitra LPI, Begini Tanggapan DPR

Daripada fokus menyasar dana orang luar, semestinya pemerintah bisa jaring dana-dana yang belum kembali saat tax amnesty dulu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Bisnis.com, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai, insentif berupa tarif pajak dividen sebesar 7,5 persen memang memberi kenyamanan bagi investor asing untuk masuk ke dalam Lembaga Pengelola Investasi (LPI). 
 
Namun hal itu disayangkan, padahal dana investasi yang masuk dari luar negeri sudah besar imbal hasil yang diterimanya, jika dibandingkan dengan kontribusinya terhadap negara sebagai mitra.
 
Menurut Hendrawan, imbalan yang didapat tanpa perlakuan perpajakan pun sudah relatif tinggi, sekarang mendapat insentif perpajakan lagi. 
 
"Semestinya kita betul-betul bisa menjadi wilayah investasi yang sangat menarik. Sempat terpikir oleh fraksi kami, daripada fokus menyasar dana orang luar, semestinya kita bisa jaring dana-dana yang belum kembali saat tax amnesty dulu," kata Hendrawan dikutip dari laman resmi DPR, Selasa (2/2/2021).
 
Hendrawan menyinggung pada program tax amnesty 2016 lalu, Presiden sempat menyatakan bahwa dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri besarnya mencapai Rp11.000 triliun. 
 
Dengan estimasi dana yang cukup besar, menurut Hendrawan, pengampunan pajak masih kurang berhasil untuk mengembalikan akumulasi penghasilan aset ke dalam negeri atau disebut sebagai repatriasi. Sebab pada periode pertamanya, besaran dana repatriasi baru mencapai jumlah Rp143 triliun.
 
"Kita memberikan pemanjaan yang luar biasa untuk sesuatu yang sebenarnya kita tahu ada dana puluhan ribu triliun, sebagaimana angka yang kita percayai saat kita mengeluarkan Undang-Undang Tax Amnesty dulu;" pungkas politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, berdalih bahwa tarif 7,5 persen yang diberlakukan sudah relatif kecil jika dibandingnkan dengan negara lain.
Transaksi itu merupakan dividen yang dibayarkan ke luar negeri. Langkah pengenaan tarif lebih kecil ini diberlakukan agar mampu lebih menarik investor asing menanamkan modalnya melalui LPI.
 
Secara rinci, terdapat dua skema perlakuan perpajakan yang nantinya akan diterapkan oleh Menkeu. Pertama, jika dana diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu maka akan dikategorikan sebagai bukan objek pajak. Sedangkan, jika tidak diinvestasikan kembali maka hanya dipotong PPh sebesar 7,5 persen. 
 
Jika dibandingkan dengan aturan saat ini, dividen atas investasi SPLN dari kuasa kelola dikenakan tarif 20 persen atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Dari 71 perjanjian P3B yang dimiliki Indonesia dengan yuridikasi lain untuk mengatur dividen, besaran tarif rata-ratanya 10 persen. 
 
Tarif pajak dividen sebesar 10 persen tersebut berlaku pada investor dari 51 negara. Sementara lainnya, ada yang bertarif 12 persen, 12,5 persen, dan 15 persen. Meski demikian, ada 3 negara yang memiliki tarif pajak dividen 5 persen dan 1 negara dengan tarif 0 persen.
Pemerintah akan memberlakukan tarif pajak dividen sebesar 7,5 persen kepada mitra investasi subjek pajak luar negeri (SPLN). 
Kebijakan ini nantinya akan masuk dalam ketentuan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 26 yang terdapat pada aturan perpajakan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebagai perlakuan perpajakan saat investor akan menarik modalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper