Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Persepsi Korupsi RI Jeblok, Novel: Akibat Melemahkan KPK

Penyidik KPK Novel Baswedan menyebut turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia terjadi sebagai akibat dari langkah pemerintah dan DPR yang telah melemahkan KPK.
Penyidik KPK Novel Baswedan didampingi istrinya Rina Emilda memasuki mobil setibanya dari Singapura di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/2/2018)./ANTARA-Muhammad Iqbal
Penyidik KPK Novel Baswedan didampingi istrinya Rina Emilda memasuki mobil setibanya dari Singapura di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/2/2018)./ANTARA-Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menanggapi terkait merosotnya indeks persepsi korupsi di Indonesia pada tahun 2020.

Novel menyebut hal tersebut terjadi sebagai akibat dari langkah pemerintah dan DPR yang telah melemahkan KPK.

"Langkah pemerintah dan DPR yang telah melemahkan KPK semakin jelas berdampak. Sekarang Indonesia semakin jelek indeks korupsinya. Apa akan terus dibiarkan?" cuit Novel melalui akun twitter @nazaqistsha, Kamis (28/1/2021).

Hal tersebut disampaikan Novel untuk menanggapi cuitan mantan Jubir KPK Febrie Diansyah. Dalam cuitannya, Febrie melontarkan kritik keras terkait merosotnya indeks persepsi korupsi di Indonesia.

"Semoga Pemerintah dan berbagai kalangan terkait berhenti menepuk dada mengatakan berhasil memberantas korupsi atau bahkan bilang KPK baik-baik saja di tengah penilaian global seperti ini. Lebih baik jujur dan hal ini jadi cermin agar kita semua lakukan evaluasi lebih serius," ujar Febrie.

Seperti diketahui, Transparency International Indonesia (TII) merilis hasil kajiannya yang menunjukkan bahwa IPK Indonesia turun tiga poin dari 40 pada 2019, menjadi 37 poin pada 2020.

Poin itu membawa Indonesia pada peringkat 102 dunia dan kelima di Asia Tenggara. Padahal selama sepuluh tahun terakhir, IPK Indonesia cenderung naik, meski sempat stagnan selama dua tahun.

"CPI Indonesia tahun 2020 berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika, tahun 2019 berada pada skor 40 dan ranking 85, tahun 2020 berada di skor 37 dan ranking 102," ujar Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko saat memaparkan CPI Indonesia dalam jumpa pers, Kamis (28/1/2021).

Dengan demikian, skor indeks persepsi korupsi Indonesia sama dengan negara Gambia. Selain itu, di dunia internasional, indeks persepsi korupsi Indonesia juga masih di bawah angka rata-rata internasional. Diketahui, rata-rata angka CPI internasional yakni 43.

Pada tahun 2018, skor CPI Indonesia berada di peringkat 89 dengan angka 38. Selanjutnya pada 2019 mengalami kenaikan dengan skor CPI berada di peringkat 85 dengan angka 40. Namun, pada tahun ini mengalami penurunan menjadi 37.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tak terkejut dengan menurunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2020.

“Saya tak kaget ataupun keberatan dengan indeks persepsi korupsi kita yang sekarang menjadi 37,” kata Mahfud lewat keterangan tertulis, Kamis (28/1/2021).

Akan tetapi, Mahfud mengatakan persepsi berbeda dengan fakta. Menurutnya, persepsi adalah kesan ketika orang melihat sesuatu. “Persepsi itu bukan fakta, persepsi adalah semacam kesan setelah orang melihat sesuatu,” kata dia.

TII merilis hasil kajiannya yang menunjukkan bahwa IPK Indonesia turun tiga poin dari 40 pada 2019, menjadi 37 poin pada 2020. Poin itu membawa Indonesia pada peringkat 102 dunia dan kelima di Asia Tenggara. Padahal selama sepuluh tahun terakhir, IPK Indonesia cenderung naik, meski sempat stagnan selama dua tahun.

Mahfud mengatakan pemerintah menerima hasil kajian Tranparency International Indonesia (TII) mengenai IPK tersebut. Dia mengatakan pemerintah menganggapnya sebagai masukan.

Menurut Mahfud, persepsi Indonesia menurun karena dua hal. Pertama karena adanya kontroversi perubahan UU KPK yang kerap disebut akan melemahkan komisi antirasuah itu.

“Itu persepsinya, tapi hal itu bisa diperdebatkan sebab KPK juga menunjukkan fakta yang berbeda dari persepsi itu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper