Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi dengan Turki, Pengungsi Muslim Uighur Cemas

Parlemen Turki belum meratifikasi perjanjian bilateral yang ditandatangani pada 2017 itu. Diaspora Uighur diperkirakan berjumlah 50.000 orang di Turki.
Beberapa pekerja berjalan di luar pagar lokasi yang secara resmi disebut sebagai pusat edukasi vokasional di Dabancheng, Xinjiang, Wilayah Otonomi Uighur, China, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Thomas Peter
Beberapa pekerja berjalan di luar pagar lokasi yang secara resmi disebut sebagai pusat edukasi vokasional di Dabancheng, Xinjiang, Wilayah Otonomi Uighur, China, Selasa (4/9/2018)./Reuters-Thomas Peter

Bisnis.com, JAKARTA - China mengumumkan ratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Turki dengan tujuan antara lain untuk mempercepat pemulangan pengungsi tertentu dan Muslim Uighur yang dicurigai melakukan 'aksi terorisme'.

Meskipun parlemen Turki belum meratifikasi perjanjian bilateral yang ditandatangani pada 2017, kabar itu telah menimbulkan kekhawatiran di antara diaspora Uighur yang diperkirakan berjumlah 50.000 orang di Turki.

Turki memiliki ikatan bahasa dan budaya dengan orang Uighur. Ankara telah lama menjadi salah satu pembela utama perjuangan mereka di panggung internasional meskipun belakangan ini dukungan publik Turki telah memudar.

Di wilayah Xinjiang, China telah memulai kebijakan pengawasan maksimum terhadap warga Uighur setelah banyak serangan mematikan terhadap warga sipil. Beijing menyalahkan serangan itu berasal dari kelompok separatis Uighur dan gerakan Islamis.

Menurut para ahli asing, otoritas China telah menahan setidaknya satu juta orang, termasuk etnis Uighur di sejumlah kamp. Beijing telah menolak tuduhan dari negara Barat dengan mengatakan bahwa mereka adalah 'pusat pelatihan kejuruan' yang dimaksudkan untuk membantu melatih kembali penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan dengan demikian menjauh dari ekstremisme.

Beberapa orang Uighur yang diyakini menjadi korban penganiayaan telah melarikan diri ke Turki. "Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional telah meratifikasi perjanjian ekstradisi China-Turki," demikian menurut parlemen China dalam sebuah pernyataan singkat di situsnya seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (29/12/2020).

Kendati begitu, ekstradisi dapat dilakukan dengan beberapa alasan. Misalnya terkait dengan 'kejahatan politik' jika orang yang bersangkutan adalah salah satu warga negara yang mengajukan permohonan.

"Perjanjian ekstradisi ini akan menimbulkan kekhawatiran di antara warga Uighur yang telah melarikan diri dari China dan belum memiliki kewarganegaraan Turki," kata Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Dunia Uighur, sebuah organisasi pengasingan yang berbasis di Jerman.

Dia curiga Beijing memberikan tekanan ekonomi kepada Turki untuk meratifikasi perjanjian itu. "Kami menyerukan kepada pemerintah Turki untuk mencegah perjanjian ini tidak menjadi alat penganiayaan," katanya.

Di sisi lain, Turki juga secara diam-diam sering mengusir orang Uighur ke China sehingga memicu kemarahan publik.

Turki adalah satu-satunya negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang sejauh ini secara terbuka mengecam perlakuan terhadap Uighur. Menteri Luar Negeri Turki pada awal 2019 menggambarkannya sebagai 'aib bagi kemanusiaan'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper