Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Ultimatum Kepala Daerah Tidak Gunakan Bansos untuk Kepentingan Pilkada 2020

Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan pengusutan laporan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah tetap berlangsung meski sejumlah daerah sedang melaksanakan pilkada.
Antrean pelaku UMKM mendaftar pengajuan Bantuan Sosial Produktif di Kantor Dinkop UKM Solo, Rabu 12 Agustus 2020./JIBI-Burhan Aris Nugrahann
Antrean pelaku UMKM mendaftar pengajuan Bantuan Sosial Produktif di Kantor Dinkop UKM Solo, Rabu 12 Agustus 2020./JIBI-Burhan Aris Nugrahann

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengultimatum para kepala daerah, agar tidak menggunakan dana-dana bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Diketahui, pada Pilkada 2020 terdapat sejumlah daerah yang diisi calon yang merupakan petahana, maupun kerabat dari petahana misalnya di Nusa Tenggara Barat, Medan, Tangerang Selatan, Karawang, dan beberapa daerah lainnya.

Lembaga antirasuah mengingatkan keras agar kepala daerah tak menyelewengkan dana bansos masa pandemi ini untuk kepentingan dirinya maupun keluarganya yang maju dalam pilkada. Ultimatum yang sama ditujukan juga untuk wilayah Sumatera Utara.

“Pada berbagai forum dan kesempatan KPK terus mengingatkan para cakada, terlebih yang para petahana untuk tidak coba-coba memanfatkan program penyaluran bansos atau anggaran Covid-19 dengan kepentingan dalam upaya pemenangan pencalonannya ataupun sanak kerabat dan konco-konconya (teman-temannya),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada wartawan, Kamis (12/11/2020) malam.

Nawawi memastikan, bahwa KPK terus memonitor penyaluran bansos ini. Bahkan, KPK menegaskan bakal langsung melakukan penindakan, bila terjadi penyimpangan bansos tersebut.

Senada Itu, Deputi Penindakan KPK, Karyoto juga meminta supaya para aparat penegak hukum di daerah masing-masing yang mengadakan Pilkada serentak 2020, untuk terus memonitor dana-dana bansos ini.

Karyoto berharap agar APH langsung menindak para kepala daerah yang sengaja menggunakan dana bansos untuk kepentingan colan tertentu maupun kelurganya yang sedang maju.

Bahkan, ungkap Karyoto, pihaknya kini tengah mengusut suatu kasus yang bertali erat dengan ansos di salah satu daerah. Tapi lantaran masih penyelidikan, Karyoto enggan membeberkannya secara rinci.

“Tetapi tentunya kami sangat mengharapakan kepada aparat penegak hukum yang betul-betul ada di daerah itu, baik pihak kejaksaan maupun kepolisian. Kepolisian itu kan ada Polda, ada juga Polres-polres yang saya rasa itu masih dalam jangkauan dia lah. Misalnya, bansos bisa melihat antara mungkin nominal yang diklarifikasi berapa dengan Natura (bukan bentuk uang tunai) yang berapa,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan pengusutan laporan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah tetap berlangsung meski sejumlah daerah sedang melaksanakan proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Afirmasi ini disampaikan dalam Pembekalan Calon Kepala Daerah, pada Selasa kemarin.

“Hukum dan politik adalah dua rel yang berbeda. Politik Pilkada sedang berlangsung, tapi bukan berarti proses penegakan hukum tak berjalan. Jangan anggap hukum berhenti di saat pilkada. Penegakan hukum tidak akan terganggu oleh pelaksanaan pilkada,” kata Firli.

Berdasarkan data KPK per Oktober 2020 tidak kurang dari 143 kepala daerah, terdiri atas 21 gubernur serta 122 bupati dan walikota yang telah didakwa oleh KPK.

Firli pun memastikan, tak akan mandek melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah, walaupun pilkada tengah berproses.

Pelaksanaan pilkada, lanjut Firli, dapat menjadi pintu masuk bagi timbulnya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah. Firli berharap jangan sampai ketika cakada sudah terpilih sebagai pemimpin daerah, beberapa waktu kemudian kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi.

Karena itu, ungkap Filri, sejak awal pemilihan, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah harus mengetahui bagaimana menghindari potensi munculnya benturan kepentingan. Salah satunya, sebut Firli, benturan kepentingan dalam pendanaan pilkada.

“Survei KPK di tahun 2018 memperlihatkan ada sekitar 82,3 persen dari calon kepala daerah yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan pilkada,” ujarnya.

Hadirnya donatur, sambung Firli, disebabkan kebutuhan biaya pilkada lebih besar ketimbang kemampuan harta cakada untuk mencukupi pembiayaan pilkada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper