Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Cipta Kerja Jadi 1.187 Halaman, KSP: Hanya Perbedaan Redaksional

“Jadi murni redaksional saja. Tidak ada perubahan apapun,” kata Donny.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti./Antara
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian memastikan tidak ada perbedaan isi antara naskah final UU Cipta Kerja yang diterima Istana dari DPR dan yang diserahkan Presiden Joko Widodo kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Namun, dia mengakui ada penambahan jumlah halaman.

Donny mengatakan, bahwa perbedaan jumlah halaman terjadi karena penyesuaian format dan redaksional yang sesuai dengan undang-undang yang siap ditandangani dan dicatat di lembar negara.

“Jadi murni redaksional saja. Tidak ada perubahan apapun,” kata Donny saat dikonfirmasi, Kamis (22/10/2020).

Dia belum dapat menjelaskan perubahan format yang dimaksud. Informasi yang dia terima baru sebatas itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti membenarkan naskah yang dikirim oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno setebal 1.187 halaman.

Sebelumnya, DPR menyerahkan naskah final setebal 812 halaman kepada Kementerian Sekretariat Negara.

Adapun, Presiden Jokowi mengutus Mensesneg Pratikno menemui organisasi masyarakat Islam, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengantar langsung naskah final UU Ciptaker. Hal ini sekaligus untuk menyerap masukan dalam pembuatan aturan turunan UU Ciptaker.

Seperti diketahui, Presiden meminta jajarannya membuat sejumlah aturan turunan omnibus law tersebut dalam 3 bulan setelah diundangkan.

“Karena pemerintah memang segera menyusun sejumlah PP dan Perpres sebagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja, jadi masukan untuk penyusunan PP dan perpres tersebut,” kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

Sebelumnya, MUI, NU, dan Muhammadiyah bersama organisasi masyarakat menolak UU Ciptaker.

Secara umum, mereka menilai banyak pasal pada UU itu kontroversial, dan negara seharusnya memikirkan dengan baik resistensi publik.

Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengatakan bahwa UU Ciptaker lebih banyak mengakomodasi kepentingan pemodal dibandingkan masyarakat umum. Dia pun menduga pembahasan hingga pengesahan UU Cipta Kerja yang berjalan cepat, sarat dengan kepentingan.

Adapun, Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Said Aqil Siradj menyoroti pembahasan UU Ciptaker yang terburu-buru.

"Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktik kenegaraan yang buruk," kata dia.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menambahkan, bahwa sejak awal Muhammadiyah meminta DPR untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU omnibus law.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khadafi
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper