Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demonstran di Thailand Manfaatkan Emoji di Media Sosial Sebagai Sandi

Mayoritas di Facebook memilih untuk melanjutkan protes. Jajak pendapat serupa juga dilakukan di Twitter, menggunakan tombol suka dan retweet untuk pemungutan suara.
Para pedemo pro-demokrasi memadati jalan saat aksi protes antipemerintah, pada peringatan 47 tahun pemberontakan mahasiswa tahun 1973, di Bangkok, Thailand, Rabu (14/10/2020)./Antara-Reuters
Para pedemo pro-demokrasi memadati jalan saat aksi protes antipemerintah, pada peringatan 47 tahun pemberontakan mahasiswa tahun 1973, di Bangkok, Thailand, Rabu (14/10/2020)./Antara-Reuters

Bisnis.com, Jakarta - Aksi protes di Thailand, kini memanfaatkan media sosial dengan sandi via emoji dan retweet antar pemrotes.

Pada hari Senin (19 Oktober), pimpinan aksi protes bertanya kepada pendukung di Facebook apakah mereka harus mengadakan demonstrasi malam itu dimana penggunaan emoji "Peduli" menandakan "istirahat untuk satu hari," sedangkan emoji "Wow" adalah suara untuk "terus berjalan!"

Mayoritas di Facebook memilih untuk melanjutkan protes. Jajak pendapat serupa juga dilakukan di Twitter, menggunakan tombol suka dan retweet untuk pemungutan suara.

Platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Telegram telah muncul sebagai tulang punggung gerakan protes yang dipimpin para pemuda, yang merupakan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Raja Maha Vajiralongkorn dan kerajaan Thailand.

Gerakan desentralisasi menggunakan forum online digunakan untuk meminta pendukung untuk memberikan suara tentang kapan dan di mana untuk berunjuk rasa yang terkadang memilih beberapa lokasi sekaligus.

Tindakan tersebut membuat polisi kebingungan, pihak berwenang pekan lalu menutup sebagian Bangkok dan beberapa stasiun angkutan massal usai gagal menghentikan pengunjuk rasa berkumpul. Mereka sekarang mengadakan aksi unjuk rasa setiap hari sejak Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengeluarkan keputusan darurat untuk melarang pertemuan besar.

Piihak berwenang sedang berjuang untuk menghentikan aksi protes di media sosial, dan meminta penyedia layanan internet dan telepon untuk memblokir akses ke aplikasi perpesanan Telegram, yang digunakan oleh para pengunjuk rasa dalam beberapa hari terakhir untuk mengoordinasikan rencana. Bulan lalu, seorang menteri kabinet mengajukan keluhan terhadap beberapa platform media sosial karena tidak mematuhi permintaan untuk menghapus konten yang dianggap "tidak pantas" oleh pemerintah.

Kebijakan larangan platform media online seperti Facebook akan menuai protes lebih dari 50 juta pengguna aktif di Thailand atau setara dengan lebih dari 70% total populasi, dimana mereka menggunakan media sosial untuk mengobrol, berbelanja, dan mengikuti peristiwa terkini. Ancaman pemerintah di masa lalu untuk mengambil tindakan hukum terhadap raksasa media sosial belum mampu terwujud, meskipun beberapa postingan dan halaman telah dihapus atau diblokir.

“Pemerintah merasa sulit untuk menekan gerakan pengorganisasian dunia maya,” ujar David Streckfuss, yang merupakan seorang sarjana politik Asia Tenggara dan penulis buku tentang hukum lese majeste Thailand.

“Mereka dapat menutup media sosial karena mereka memiliki kekuatan untuk melakukan itu. Tapi itu ada harganya. Situasi ekonomi saat ini cukup buruk, dan banyak bisnis mengandalkan media sosial. Mereka akan membuat situasi ekonomi menjadi lebih buruk, serta mendorong lebih banyak gerakan untuk melawannya," tambahnya

Protes telah membebani saham dan mata uang negara karena meningkatnya kekhawatiran bahwa konflik antara pemerintah dan masyarakat yang berkepanjangan dapat mengikis pendapatan perusahaan dan menunda pemulihan ekonomi. 

Polisi telah menangkap lebih dari 70 orang, termasuk para pemimpin demonstrasi yang mendorong pengunduran diri Prayuth, serta mendorong konstitusi yang lebih demokratis dan menuntut lebih banyak pertanggungjawaban pada monarki yang memegang lebih banyak kekuasaan dan kekayaan daripada lembaga mana pun di Thailand. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper