Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hindarkan Stigma dari Pasien Covid-19, Perbaiki Pemakaian Bahasa

Satgas Penanganan Covid-19 menyatakan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menghapuskan atau menghindarkan stigma kepada pasien Corona.
Sejumlah warga yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 saat dipulangkan dari tempat karantina di Asrama Haji Surabaya, Kamis (2/6/2020)./ ANTARA-Humas Pemkot Surabaya
Sejumlah warga yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 saat dipulangkan dari tempat karantina di Asrama Haji Surabaya, Kamis (2/6/2020)./ ANTARA-Humas Pemkot Surabaya

Bisnis.com, JAKARTA – Semakin banyak yang terkena Covid-19, makin banyak pula yang terkena beban psikologis karena mendapat stigma atau pandangan negatif. Padahal, stigma bisa dicegah dari perbaikan tata bahasa yang digunakan.

Tim Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Urip Purwono menjelaskan yang menambah stigma salah satunya adalah pemilihan kosa kata atau cara bahasa.

“Kalau dia pakai bahasa ‘korban’ Covid, korban itu memiliki konotasi negatif dan mempertebal stigma. Mestinya kita, dan juga media khususnya, juga menyadari pemakaian bahasa. Kan lebih baik menyebutnya dengan orang yang sudah mengalami pengobatan atau penyintas, dibandingkan dengan korban atau orang yang tertular. Ini perlu kita pahami,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (20/10/2020).

Pasalnya, Urip menyampaikan, orang yang tertimpa stigma itu seperti orang yang ‘sudah jatuh tertimpa tangga’. Tak hanya menerima beban penyakit, pasien Corona juga harus mendapat cibiran dari orang-orang sekitar ketika kondisinya sedang betul-betul butuh dukungan.

Di sisi lain, para penderita maupun penyintas, bahkan masyarakat secara umum, di masa pandemi ini memang harus mempersiapkan diri dalam menghadapi stigma itu.

Urip menyebutkan, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menghapuskan atau menghindari stigma. Pertama, bagi media dan juga masyarakat melalui saluran komunikasi yang ada agar menyebarluaskan fakta-fakta.

“Karena sangat mudah stereotip itu muncul ketika tidak ada fakta atau informasi yang akurat,” tegasnya.

Kedua, pemerintah bisa menggunakan social influencer yang terlihat berinteraksi dengan kelompok yang terkena stigma, seperti para penyintas misalnya. Hal itu dinilai akan memberikan koreksi kepada stigma yang muncul.

Ketiga, memperbesar dan menggaungkan suara-suara dari mereka yang pernah hidup dan berpengalaman mengidap Corona. Dengan pengalaman mereka dan bagaimana mereka menghadapi itu semua, sangat berguna untuk membentuk pandangan dan memberikan dukungan kepada masyarakat.

“Yang harus kita komunikasikan adalah pesan solidaritas. Ini bukan cuma masalah pada orang yang terkena, tapi juga masalah orang di sekitarnya, jadi itu yang harus dikomunikasikan,” imbuhnya.

Sementara itu, media massa diimbau agar berkomitmen menerapkan etika jurnalisme yang bertanggung jawab. Tugasnya meluruskan mitos-mitos, rumor yang beredar, stereotip yang muncul, dan mengkoreksi bahasa yang tidak benar tentang Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper