Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kembali Darurat, Prancis Mulai Memberlakukan Jam Malam

Pemerintah Prancis berjuang membuat pembatasan tanpa menimbulkan kerusakan terhadap sektor ekonomi.
Arsip Foto. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengangkat tangan di depan anjingnya Nemo disela rapat dengan Wakil Kanselir dan Menteri Luar Negeri Jerman di Istana Elysee, Paris, Prancis, Rabu (30/8/2017)./Reuters
Arsip Foto. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengangkat tangan di depan anjingnya Nemo disela rapat dengan Wakil Kanselir dan Menteri Luar Negeri Jerman di Istana Elysee, Paris, Prancis, Rabu (30/8/2017)./Reuters

Bisnis.com, Jakarta - Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengumumkan kebijakan jam malam di kota-kota terbesar di negara Perancis untuk membendung penyebaran virus korona semakin meluas, hal ini dilakukan dikarenakan tempat tidur di rumah sakit mulai penuh.

"Virus ini berbahaya dan serius bagi semua orang," ujar Macron seperti dikutip dari SCMP, Kamis (15/10/2020).

Jam malam akan berjalan dari jam 9 malam sampai jam 6 pagi di kota-kota yang sudah berada dalam keadaan siaga maksimum. Kota-kota ini termasuk Paris, Grenoble, Lille, Lyon, Toulouse, dan Montpellier.

Pemerintah Prancis telah berjuang untuk membuat pembatasan tanpa menimbulkan kerusakan terhadap sektor ekonomi yang sama yang dengan penguncian nasional pada awal tahun ini.

Tindakan penyeimbangan yang halus terbukti ketika menganjurkan orang-orang untuk memesan liburan Oktober, bahkan dengan kota-kota termasuk Paris menutup bar dan restoran lebih awal untuk menahan penyakit tersebut.

Tindakan tersebut akan dimulai pada hari Sabtu (17/10/2020), dan akan berlangsung selama empat minggu, yang akan ditegakkan oleh polisi, dengan denda hingga € 1.500 (Rp25 juta) yang akan dikenakan apabila terjadi pelanggaran berulang kali terhadap peraturan tersebut. Tetapi akan ada pengecualian untuk keadaan darurat.

"Saya tidak berpikir tindakan itu tidak proporsional," kata Macron. "Jika kita tidak ingin mengambil tindakan yang lebih ketat, kita harus menghormatinya,"

Dilema serupa terjadi di seluruh Eropa. Pemerintah Belanda pada hari Selasa (13 Oktober) mengumumkan penutupan bar dan restoran sebagai bagian dari "Partial Lockdown" yang akan berlangsung setidaknya selama empat minggu.

Sedangkan Italia memberlakukan pembatasan baru pada sektor kehidupan malam, acara sosial dan olahraga amatir, sementara perdana menteri Inggris mengumumkan pada hari Senin (12 Oktober) bahwa bar dan pub akan tutup di wilayah bagian yang paling parah terkena dampak virus corona di Inggris. Semantara di Jerman, pihak berwenang memperingatkan agar tidak berpuas diri terhadap kondisi yang ada.

Prancis melakukan kebijakan penguncian nasional yang ketat pada bulan Maret dan secara bertahap dibuka kembali mulai Mei. Saat penularan terjadi lagi, itu memengaruhi orang yang lebih rentan.

Laju peningkatan mingguan terhadap kasus Covid-19  melonjak menjadi lebih dari 17.000 sehari dari angka kurang dari 12.000 pada pekan yang lalu, dan lebih dari 40 persen tempat tidur perawatan intensif digunakan untuk pasien virus corona di wilayah Paris, wilayah terpadat di Prancis. Angka itu bisa naik hingga 90 persen pada akhir bulan, menurut Assistance Publique-Hopitaux de Paris, yang berarti lebih banyak tindakan operasi terkait non-Covid-19 akan ditunda. Macron mengatakan situasi di rumah sakit Prancis "tidak mendukung".

Ekonomi Prancis telah menunjukkan tanda-tanda pulih dengan cepat pada bulan Mei, dengan perusahaan mulai berinvestasi dan para konsumen mulai menghabiskan sebagian dari tabungan mereka yang terpendam.

Tetapi menjelang akhir musim panas, ketika kasus virus mulai meningkat, survei menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap kondisi ekonomi memudar dan aktivitas di beberapa sektor berjalan jauh di bawah tingkat rata-rata sebelum krisis.

Badan statistik negara itu mengatakan pada awal bulan Oktober pihaknya memperkirakan ekspansi ekonomi akan terhenti di bulan-bulan terakhir tahun ini. Tetapi kebijakan pengetatan yang berkepanjangan dari pembatasan kesehatan bahkan dapat membawa ekonomi kembali ke resesi, katanya.

Strategi pemerintah Prancis untuk membendung epidemi telah dikritik di dalam negeri, baru-baru ini dikarenakan kebijakan tes covid terhadap penduduk sebanyak-banyaknya di negara tersebut yang memakan biaya mahal menjadi bumerang ketika permasalahan akan kurangnya alat uji coba menjadi hambatan untuk mendapatkan hasil, yang menyebabkan kebijakan tersebut tidak efektif.

Awal pekan ini, Perdana Menteri Jean Castex, yang popularitasnya melemah menurut survei, mengatakan pemerintah berusaha menghindari penguncian umum "dengan segala cara" seperti yang dikutip.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper