Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Kembali Tertekan, Arab Saudi dan Rusia Desak Kepatuhan OPEC+

Desakan dari kedua negara ditenggarai oleh tekanan harga minyak akibat ercepatan penyebaran kasus virus Corona. Keduanya berbicara untuk meninjau upaya menyeimbangkan pasokan dan permintaan di pasar minyak dan meningkatkan ekonomi global.
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi, Selasa (22/5/2018)./Reuters
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi, Selasa (22/5/2018)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemimpin de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed Bin Salman, dan Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak produsen minyak yang tergabung dalam OPEC+ untuk tetap pada pemotongan produksi yang disepakati.

Seruan itu dilancarkan mengingat harga energi berada di bawah tekanan dari percepatan penyebaran kasus virus Corona. Keduanya berbicara untuk meninjau upaya menyeimbangkan pasokan dan permintaan di pasar minyak dan meningkatkan ekonomi global.

"Mereka sepakat tentang pentingnya semua negara penghasil minyak untuk terus bekerja sama dan mematuhi perjanjian OPEC+ untuk mencapai tujuan ini demi keuntungan produsen dan konsumen," kata Saudi Press Agency sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (14/10/2020).

Dengan gelombang baru virus Corona di Eropa dan Amerika yang membebani permintaan, banyak yang mempertanyakan apakah OPEC+ akan meningkatkan produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai Januari, sebagaimana rencana pengurangan yang dimulai pada Mei lalu.

Kelompok tersebut akan memutuskan kebijakannya ketika semua anggota bertemu pada 30 November hingga 1 Desember mendatang.

Sementara harga minyak telah naik lebih dari dua kali lipat sejak OPEC+ mulai membatasi pasokan, minyak mentah Brent masih turun 36 persen tahun ini menjadi sekitar US$42 per barel.

Beberapa negara OPEC+ telah melanggar kuota mereka di berbagai tahap dalam enam bulan terakhir, termasuk Irak, Uni Emirat Arab, Nigeria, dan Angola. Arab Saudi dan Rusia, para pemimpin aliansi, telah meminta pemotongan kompensasi dari negara-negara itu.

Tarek Fadlallah, kepala eksekutif unit Timur Tengah Nomura Asset Management mengatakan semakin sulit bagi produsen untuk tetap mempertahankan batas pasokan dengan ekonomi di bawah begitu banyak tekanan.

"Pandemi telah berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan pada Maret atau April. Pasokan minyak relatif dibatasi oleh kesepakatan dan OPEC+ telah bekerja keras untuk mempertahankannya. Namun semakin sulit bagi negara-negara anggota untuk memenuhi kuota tersebut karena mereka berada di bawah tekanan fiskal yang semakin intensif," kata Fadlallah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper