Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pelarangan, TikTok Dorong Pengadilan Cabut Perintah Trump

TikTok meminta pengadilan Washington untuk mengadakan sidang sebelum aturan berlaku pada pukul 11:59 malam pada 27 September dan mengusulkan agar kedua belah pihak mengajukan laporan tambahan minggu ini.
Logo TikTok/Bloomberg/Lam Yik
Logo TikTok/Bloomberg/Lam Yik

Bisnis.com, JAKARTA - ByteDance Ltd., perusahaan induk TikTok di China meminta hakim federal untuk menghentikan perintah Presiden Donald Trump yang akan melarang aplikasi video itu di AS akhir pekan ini.

ByteDance Ltd. mengajukan pemblokiran sementara atas larangan tersebut kemarin, seraya perusahaan tersebut terus mengejar persetujuan dari administrasi Trump untuk penjualan operasinya di AS kepada Oracle Corp. dan Walmart Inc.

Dilansir Bloomberg, Kamis (24/9/2020), perusahaan China tersebut meminta pengadilan Washington untuk mengadakan sidang sebelum aturan berlaku pada pukul 11:59 malam pada 27 September dan mengusulkan agar kedua belah pihak mengajukan laporan tambahan minggu ini.

Permintaan ByteDance memuat banyak argumen yang juga digunakan oleh pengguna WeChat yang memenangkan keputusan pendahuluan akhir pekan lalu terhadap larangan serupa. Baik TikTok dan WeChat, yang dimiliki oleh Tencent Holdings Ltd., telah dicap sebagai ancaman keamanan nasional oleh pemerintahan Trump, yang berusaha menghentikan penggunaannya di AS, atau dalam kasus TikTok, memaksa penjualan ke perusahaan Paman Sam.

Larangan TikTok, yang diumumkan dalam perintah eksekutif 6 Agustus oleh presiden, adalah bagian dari upaya yang lebih luas oleh pemerintahan Trump untuk mengambil tindakan tegas terhadap Beijing. Dia menilai bahwa pendekatan yang keras terhadap Beijing akan membantu memenangkan pemilihan ulang presiden. Menteri Luar Negeri Michael Pompeo telah mendesak perusahaan AS untuk melarang aplikasi China sebagai bagian dari pedoman "Jaringan Bersih".

ByteDance juga membutuhkan persetujuan China untuk melanjutkan kesepakatan. Perusahaan mengajukan permohonan minggu ini, meskipun tidak jelas berapa lama peninjauan Beijing akan berlangsung.

Juru bicara Departemen Kehakiman Mollie Timmons menolak berkomentar apakah departemen itu akan menentang keputusan itu. Departemen Perdagangan tidak segera menanggapi permintaan komentar.

ByteDance berpendapat bahwa larangan terhadap TikTok telah melampaui otoritas hukum administrasi Trump. TikTok berargumen bahwa larangan akan melanggar hak Amandemen Pertama dan menyebabkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki bagi perusahaan.

"TikTok telah melakukan upaya luar biasa untuk mencoba memenuhi tuntutan pemerintah yang selalu berubah dan menyatakan masalah keamanan nasional," kata ByteDance dalam pengajuannya.

Perusahaan itu melanjutkan, jika tidak ada putusan sela ganti rugi awal, perintah 6 Agustus dan larangan akan menyebabkan penggugat mengalami kerugian yang tidak dapat diperbaiki.

Sementara itu terhadap kesepakatan dengan Oracle dan Walmart, Trump telah memberikan izin bersyarat pada rencana ambil alih saham TikTok, tetapi pengaturan tersebut belum final. Komite Investasi Asing di AS masih perlu menandatangani, seperti halnya para pejabat di China.

Ada juga ketidaksepakatan yang signifikan. ByteDance mengatakan pihaknya berencana untuk mempertahankan 80 persen saham TikTok Global pada perusahaan baru yang akan dihasilkan dari kesepakatan tersebut. Sedangkan Oracle mengatakan sebagian besar saham perusahaan akan dimiliki oleh entitas AS dan nol kepemilikan untuk ByteDance.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper