Bisnis.com, JAKARTA – Saat akan memulai listing pada kuartal III/2019, banyak yang meragukan prospek saham Peloton Interactive Inc. Berstatus produsen alat olahraga yang punya lini produk utama berupa alat-alat fitness mahal, produk-produk Peloton dinilai hanya punya segmen terbatas yakni kalangan menengah ke atas.
Sempat naik hingga harga tertinggi US$35,23, saham Peloton pun kembali jatuh ke level US$27 pada pengujung 2019. Posisi ini memang lebih tinggi dari harga US$25,24 pada hari pertama listing. Namun, angkanya tetap dianggap di bawah ekspektasi.
Lalu, datanglah pandemi Covid-19 pada pengujung kuartal I/2020, yang seolah memporakporandakan prediksi para pengamat. Seiring dengan lonjakan kebutuhan orang-orang terhadap alat olahraga dalam ruangan, Peloton tiba-tiba mengalami kenaikan harga saham gila-gilaan.
Peloton baru saja melaporkan kinerja perusahaan pada April-Juni 2020. Hasilnya, torehan pendapatan mereka menembus US$607,1 juta, melambung 171,75 persen secara year-on-year (yoy).
Bloomberg menyebut sejak pandemi datang hingga 11 September 2020, saham Peloton telah reli 350 persen. Per akhir perdagangan Selasa (22/9), emiten berkode PTON tersebut sahamnya tercatat di angka US$94,40 per lembar.
Torehan tersebut memang turun dari harga US$98,80 sehari sebelumnya. Namun, jika diukur secara year-to-date (ytd), kenaikan saham PTON tetap terbilang mencengangkan, yakni mencapai 230 persen dari posisi US$29,74.