Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ADB Sebut Pemulihan Ekonomi Asia Tidak Berbentuk Kurva V, Apa Artinya?

ADB menyebut kondisi wabah yang belum reda di sejumlah negara di Asia menjadi batu sandungan dari pemulihan ekonomi yang sudah terpukul.
Karyawan berada di dekat logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan berada di dekat logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Pembangunan Asia atau ADB memperkirakan ekonomi di negara berkembang Asia akan terkontraksi 0,7 persen tahun ini. Angka tersebut turun dari prediksi pada Juni lalu dengan pertumbuhan 2,2 persen.

Abdul Abiad, Direktur Penelitian Makroekonomi ADB menjelaskan pada tahun depan, ekonomi negara berkembang Asia akan melaju ke pertumbuhan 6,8 persen, naik dari prediksi sebelumnya sebesar 6,2 persen.

Namun demikian, pertumbuhan tersebut dihasilkan dengan atas perbandingan PDB tahun ini yang diperkirakan terkontraksi untuk pertama kali sejak 1960-an. 

Walhasil angkanya belum bisa menyamai pertumbuhan sebelum masa pandemi. Dengan demikian, pemulihan tidak akan berbentuk kurva V.

"Kita tidak akan dengan cepat mencapai posisi sebelum pandemi, dan ini jelas tidak akan berbentuk V, tetapi lebih ke L atau U," kata Abdul dalam paparannya saat konferensi pers Asia Economic Outlook, Selasa (15/9/2020).

Dia melanjutkan, kondisi wabah yang belum reda di sejumlah negara menjadi batu sandungan dari pemulihan ekonomi yang sudah terpukul. Dua ekonomi terbesar di kawasan ini yakni China dan India, mengalami kondisi yang sangat berbeda.

Sementara ekonomi telah pulih di China dengan penanggulangan pandemi yang berhasil, infeksi masih terus menyebar di India. 

Pada kuartal II tahun ini, ekonomi China sudah bisa rebound ke angka 3,2 persen, sedangkan India terkontraksi sangat dalam hingga -23,9 persen.

Sementara itu, konsumsi yang selalu relatif stabil di Asia dan menjadi penopang ekonomi di kawasan, tampak terkontraksi di beberapa negara selama pandemi. Adapun sejumlah negara seperti India dan Filipina juga mengalami pukulan dalam investasi.

"Risiko utama pada evolusi virus Covid-19 telah memperpanjang pandemi dan menyebabkan kontraksi pada sisi penawaran dan permintaan," jelasnya.

Selain itu, tensi geopolitik yang memanas antara China dan Amerika Serikat terkait perdagangan dan teknologi juga menambah merupakan risiko lain dari ekonomi di masa pandemi.

Sementara itu, proyeksi untuk Indonesia hampir tidak berubah dari posisi Juni. Tahun ini Indonesia diprediksi terkontraksi sebesar 1,0 persen, untuk kemudian tumbuh 5,3 persen pada tahun depan. Inflasi untuk tahun ini diperkirakan menyentuh angka 2,0 persen dan akan naik menjadi 2,8 persen pada tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper