Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buka Sekolah, Prancis Pimpin Lonjakan Kasus Baru di Eropa

Kasus baru di Prancis melonjak hampir 9.000 pada Jumat, 4 September 2020, peningkatan harian terbesar sejak dimulainya pandemi.
Ilustrasi karyawan saat jam sibuk di Paris, Prancis./Bloomberg
Ilustrasi karyawan saat jam sibuk di Paris, Prancis./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Lonjakan kasus virus Corona di Prancis jauh melebihi peningkatan di negara-negara Eropa lainnya dan terjadi tepat ketika jutaan anak kembali ke sekolah.

Hal itu membuat pemerintah mempertimbangkan cara untuk merespons. Kasus baru melonjak hampir 9.000 pada Jumat, 4 September 2020, peningkatan harian terbesar sejak dimulainya pandemi.

Angka itu hampir dua kali lipat lonjakan di Spanyol dan sekitar empat kali lipat Italia, dengan kasus harian di kedua negara pada atau mendekati kenaikan tertinggi dalam beberapa bulan. Infeksi juga meningkat di Jerman dan Inggris.

Selain itu, lonjakan Prancis juga terkait dengan pengujian yang meningkat menjadi lebih dari 1 juta seminggu. Jumlah pasien dalam perawatan intensif mencapai 473 pada Jumat dibandingkan dengan sekitar 7.000 pada puncaknya. Namun, lonjakan itu datang tepat ketika 12 juta siswa kembali ke sekolah, menciptakan tekanan untuk mengambil tindakan terhadap pemerintah yang enggan mempertimbangkan kembai lockdown.

"Saya tidak dapat membayangkan lockdown ulang total dan presiden tidak ingin mempertimbangkan itu secara umum," kata Menteri Kesehatan Olivier, dilansir Bloomberg, Minggu (6/9/2020).

Menyusul lonjakan kasus itu, masker kini kembali diwajibkan bagi perusahaan dengan kelompok yang bekerja di ruang tertutup. Di kota-kota seperti Paris hingga Marseilles, pemerintahnya juga mewajibkan penggunaan masker bahkan di luar ruangan. Anak-anak di atas 11 tahun juga harus menggunakan masker.

Di seluruh Eropa, kasus telah melonjak karena kombinasi pengujian yang ditingkatkan dan pelonggaran tindakan penguncian yang memungkinkan jutaan orang melakukan perjalanan musim panas ini. Menghidupkan kembali lockdown mungkin bukan pilihan bagi para pemimpin yang berjuang untuk menghidupkan kembali ekonomi yang lumpuh.

Pemerintah juga menghadapi kelelahan publik yang semakin meningkat, bahkan penolakan terbuka terhadap pembatasan telah memicu protes di tempat-tempat seperti Jerman, Inggris, dan Italia.

Ekonomi dapat terus menjadi prioritas di atas penguncian selama rawat inap dan kematian bisa dibatasi. Banyak dari infeksi baru terjadi di antara orang-orang yang lebih muda dan lebih sehat, yang cenderung pulih lebih cepat dan dengan komplikasi yang lebih sedikit.

Pemerintah Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana stimulus 100 miliar euro (US$118 miliar) pada 3 September, saat Prancis mencoba menghidupkan kembali ekonomi yang diperkirakan akan berkontraksi 11 persen tahun ini.

Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengatakan bahwa negara itu akan mendukung pembatasan lokal daripada penguncian nasional. Kasus baru kemarin naik 1.695, turun sedikit dari tertinggi empat bulan pada angka 1.733 sehari sebelumnya.

"Kami tidak akan menemukan diri kami dalam situasi untuk memerintahkan penguncian umum, paling buruk kami harus melakukan intervensi dengan cara yang ditargetkan, dengan langkah-langkah pembatasan untuk area yang ditentukan secara sempit," kata Conte.

Conte akan melarang penonton berada di stadion sepak bola untuk musim Serie A mulai akhir bulan ini. Dia juga membantah bertanggung jawab atas pembukaan kembali klub malam selama musim panas, yang diduga berkontribusi pada lonjakan kasus. Dia menyalahkan keputusan itu pada pemerintah daerah dan yang memerintahkan penutupan kembali klub pada pertengahan Agustus.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan pada 25 Agustus bahwa pihaknya tidak mempertimbangkan kembali menerapkan lockdown.

Spanyol sebelumnya melaksanakan salah satu penguncian paling ketat di Eropa untuk membantu menahan penyebaran dari pandemi yang menyebabkan lebih dari 29.000 kematian. Kasus naik lebih dari 5.000 pada Jumat pekan ini, tertinggi dalam empat bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper