Bisnis.com, JAKARTA - Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur di kawasan Asia Tenggara menunjukkan kondisi penurunan terlemah pada periode enam bulan sejak awal tahun.
Menurut data PMI manufaktur IHS Markit terbaru, produksi pabrik di kawasan ini cenderung stabil, sementara volume pesanan turun paling lambat pada periode kontraksi di semester pertama tahun ini.
PMI Asean pada Agustus naik dari 46,5 menjadi 49,0. Kunci dari peningkatan ini adalah stabilisasi produksi pabrik meski permintaan asing tetap menjadi sumber utama kelemahan. Meskipun mereda, kontraksi terbaru dalam pesanan ekspor baru tetap terlihat.
"Sektor manufaktur Asean bergerak mendekati stabilisasi selama Agustus. Produksi pabrik stabil setelah penurunan enam bulan berturut-turut, sementara tingkat total bisnis baru turun pada tingkat paling lambat sejak rangkaian kontraksi saat ini yang dimulai pada Maret," kata Lewis Cooper, ekonom IHS Markit dalam keterangannya, Selasa (1/9/2020)
Namun, ekspor tetap menjadi hambatan utama dengan pekerjaan baru menurun tajam karena langkah-langkah pembatasan pergerakan yang masih terus berlangsung menahan permintaan asing untuk barang-barang Asean.
Sementara itu, di tujuh negara Asean, kinerja manufaktur tetap tidak merata. Myanmar mencapai skor tertinggi dengan 53,2 sekaligus mencatatkan raihan terbesar selama 15 bulan terakhir.
Baca Juga
Di tempat kedua, Indonesia menyusul dengan angka 50,8 yang mengindikasikan ekspansi tipis. Sedangkan Malaysia mencatat kemerosotan baru ke 49,3 pada sektor manufakturnya setelah pada Juli lalu mencatatkan hasil netral atau 50. Sementara itu, penurunan terus berlanjut di Thailand dengan PMI manufaktur 49,7, mengisyaratkan tingkat penurunan terlemah sejak Januari.
Sebaliknya, Filipina dan Vietnam mencatatkan penurunan lebih selama Agustus, masing-masing di angka 47,3 dan 45,7. Terakhir, Singapura tetap berada di peringkat terbawah dalam peringkat PMI Asean sebesar 43,0.
Secara keseluruhan, data Agustus menyoroti kinerja sektor manufaktur Asean yang lebih baik, tetapi masih lemah. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan terus memangkas tingkat kepegawaian. Tingkat pemutusan hubungan kerja cukup tinggi, meskipun terendah sejak Februari.
Pada saat yang sama, perusahaan mengurangi aktivitas pembelian. Penurunan terakhir dalam pembelian adalah yang paling lambat selama enam bulan, tetapi tetap solid. Persediaan juga menurun, meskipun laju penurunan stok pembelian mereda.
Di sisi harga, beban biaya kembali naik pada Agustus, dengan tingkat inflasi yang semakin cepat dari Juli. Namun, biaya output rata-rata secara umum stagnan, dengan indeks yang disesuaikan secara musiman masing-masing mencatat hanya sedikit di atas angka netral 50,0.
Cooper mengatakan secara keseluruhan data Agustus memberikan beberapa tanda tentatif dari pergerakan menuju stabilisasi. Indikator utama seperti output dan total pesanan baru jauh lebih tinggi daripada titik nadir yang terlihat pada puncak pandemi pada April dan Mei.
"Meskipun demikian, kami belum melihat indikasi nyata bahwa sektor ini mulai pulih. Pabrik perlu melihat peningkatan yang nyata dalam permintaan klien dan volume produksi sebelum pemulihan dapat berlangsung," katanya.
Sementara itu, di bulan pertama kuartal ketiga ini, China kembali membukukan peningkatan indeks manufaktur dari 52,8 pada Juli menjadi 53,1 pada Agustus. PMI Korea Selatan juga naik menjadi 48,5 dari bulan sebelumnya 46,9 meski masih berada di bawah garis pemisah kontraksi dan ekspansi.
Di Jepang, PMI manufaktur meningkat menjadi 47,2 pada Agustus dari sebelumnya 45,2 pada Juli. Sementara Taiwan berhasil memperpanjang ekspansi dengan PMI manufaktur sebesar 52,2 dari bulan sebelumnya 50,6.