Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Transfer Anggaran Belum 100 Persen, Pilkada 2020 Bisa Ditunda

KPU di daerah bisa mempertimbangkan untuk menunda perhelatan Pilkada sesuai ketentuan Pasal 120 juncto Pasal 122 UU No. 8/2015.
Tenaga relawan menunjukkan surat suara pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar yang telah disortir, di kantor KPU Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6)/Antara
Tenaga relawan menunjukkan surat suara pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar yang telah disortir, di kantor KPU Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6)/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum dinilai perlu kembali mempertimbangkan opsi penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 bila pencairan anggaran tidak juga terealisasi hingga 100 persen pada Agustus 2020.

Hal itu ditegaskan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) Titi Anggraini kepada Bisnis, Jumat (24/7/2020).

"Menurut saya kalau sampai Agustus dana belum 100 persen maka perlu dipertimbangkan penundaan tahapan Pilkada sebagai bentuk meminta kepastian pembiayaan pilkada dari pihak pemerintah daerah dan pemerintah pusat," jelasnya.

Titi menjelaskan bahwa salah satu hal yang menjadi kontroversi terkait dengan keputusan pilkada serentak lanjutan dihelat pada 9 Desember 2020 adalah kekhawatiran pada gangguan ketersediaan anggaran yang bisa menghambat penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Pilkada di masa pandemi, jelasnya, memang lebih rumit, lebih sulit, dan lebih mahal.

Untuk itu, pemerintah menjanjikan akan memberikan daya dukung optimal soal anggaran ini. "Salah satunya dengan menerbitkan Permendagri No. 41/2020 yang mengatur bahwa pencairan anggaran pilkada yang bersumber dari Naskah Perjanjian Hibah daerah (NPHD) APBD bisa dicairkan sekaligus atau bertahap," kata Titi.

Dengan ketentuan itu, sambung dia, harusnya pada Juli 2020 ini anggaran pilkada dari NPHD harus sudah dicairkan seluruhnya. Namun, berdasarkan data KPU, Rabu (22/7/2020), masih ada 73 daerah yang belum mencairkan sepenuhnya anggaran pilkada. 

Oleh karena itu, menurut Titi, pemerintah pusat harus memastikan betul ketersediaan anggaran tersebut. Selain itu, pemerintah pusat dinilai perlu  proporsional dalam memperlakukan daerah-daerah yang belum mencairkan anggaran.

"Apakah karena kesengajaan ataukah karena memang tidak tersedia anggarannya. Kalau memang daerah tidak punya anggaran harus ada jalan keluarnya. Apakah akan dibantu oleh APBN ataukah seperti apa?"

Bila ternyata tidak ada skema yang jelas terkait daya dukung anggaran pilkada, Titi menilai KPU di daerah yang menghelat pesta demokrasi tahun ini  perlu mempertimbangkan untuk menundanya sesuai ketentuan Pasal 120 juncto Pasal 122 UU No. 8/2015.

"Pilkada bisa ditunda kalau tidak tersedia anggaran yang diperlukan untuk membiayai pelaksanaan pilkada. Hanya saja KPU harus memastikan betul soal ini kepada pemerintah dan memastikan tenggat kapan keputusan itu harus dibuat," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper