Bisnis.com, JAKARTA – Australia menegaskan kembali komitmennya untuk menandatangani Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) terlepas dari meningkatnya tensi politik dengan China.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia juga menyatakan tidak ada perubahan dalam komitmen Negeri Kanguru untuk menandatangani perjanjian dagang RCEP.
Pada Pertemuan Tingkat Menteri RCEP ke-10 dua pekan lalu, Australia dan 14 negara RCEP lainnya - terdiri dari 10 anggota Asean, ditambah Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan China - kembali menyatakan komitmen mereka untuk menandatangani kesepakatan perdagangan ini pada akhir 2020.
Namun, negosiasi untuk menuntaskan kesepakatan perdagangan bebas itu telah berlangsung sejak pertemuan ke-19 Asean pada November 2011, hampir satu dekade lalu.
Kemudian India memutuskan untuk mundur tahun lalu, sehingga secara signifikan mengurangi ukuran kesepakatan yang utamanya fokus pada pengurangan tarif ketimbang standar yang lebih ketat dan penghapusan hambatan non-tarif dalam perjanjian perdagangan modern lainnya seperti Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP).
Pada 23 Juni, Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan hubungan diplomatik yang memburuk antara China dan Australia tidak akan menghalangi progres RCEP.
Baca Juga
Meski demikian, ia menolak mengomentari poin-poin penting yang tersisa dalam negosiasi. Australia dikatakan akan terus melakukan advokasi secara tertutup untuk kesepakatan yang sesuai dengan kepentingannya.
Sementara itu, pakar perdagangan internasional sepakat bahwa sentimen di antara negara-negara yang bernegosiasi tetap positif kendati perselisihan politik antara pemerintah Australia dan China meningkat akhir-akhir ini.
“Saya percaya RCEP akan ditandatangani sebagaimana dimaksud [dalam KTT RCEP] pada November,” ujar Direktur Eksekutif Asian Trade Centre dan Presiden Asosiasi Perdagangan Bisnis Asia di Singapura, Deborah Elms.
“Tidak berarti menyelesaikan perincian terakhir adalah hal yang sederhana. Tapi 15 anggota telah menginvestasikan waktu, perhatian, dan sumber daya yang signifikan untuk mewujudkan hal ini,” tambah Elms, seperti dilansir dari South China Morning Post, Jumat (10/7/2020).
RCEP dipandangnya telah menunjukkan kemampuan untuk menahan konflik-konflik geopolitik, seperti perselisihan yang muncul kembali antara Korea Selatan dan Jepang tahun lalu seputar kerja paksa selama pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II.
“Mereka memiliki hubungan yang sangat dingin di ruang negosiasi. Namun, mereka berhasil mengesampingkan perbedaan yang lebih luas untuk mendapatkan draft perjanjian,” terang Elms.
Pada Mei dan Juni 2020, China mengenakan tarif anti-dumping pada jelai Australia, melarang ekspor daging sapi dari tempat pemotongan hewan Australia, serta membuat para turis dan pelajar enggan pergi ke Australia di tengah meningkatnya serangan rasial terhadap warga Asia.
Langkah itu diambil setelah Australia mengusulkan penyelidikan tentang asal-usul virus Corona (Covid-19) tanpa terlebih dahulu melakukan diskusi dengan China dan negara-negara besar lainnya.
Terlepas dari kondisi tersebut, mantan Kepala Ekonom Komisi Perdagangan Australia Tim Harcourt mengatakan Australia akan berupaya untuk menjaga perbedaan politiknya dengan China terpisah dari negosiasi perdagangan.