Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemilu Singapura: Lee Lagi, Lee Lagi

Lee Hsien Loong dan PAP masih berpeluang besar melanjutkan kekuasaan di Singapura.
PM Singapura Lee Hsien Loong/Faceboo-Lee Hsien Loong
PM Singapura Lee Hsien Loong/Faceboo-Lee Hsien Loong

Bisnis.com, JAKARTA - Singapura akan melaksanakan pemilihan umum parlemen besok. Pemilu untuk menentukan kepemimpinan di negara itu lima tahun ke depan, di tengah masih tingginya penyebaran wabah Covid-19.

Pemilu digelar setelah Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada 23 Juni lalu memerintahkan Presiden Halimah Yacob untuk membubarkan parlemen. Alasannya karena hari nominasi para anggota parlemen jatuh pada 30 Juni.

Sementara itu Pemilu 2020 digelar pada 10 Juli besok dan hari ini disebut sebagai hari tenang.

Dalam masa tenang Tidak boleh ada kampanye dan pemasangan iklan di TV meupun media cetak termasuk media sosial oleh tim sukses maupun para calon anggota legislatif.

Partai Aksi Rakyat (PAP) yang dipimpin Perdana Menteri Lee Hsien Loong telah menjadi the ruling party di Singapura sejak kemerdekaan negara itu pada 1965.

Lee berkuasa sejak 12 Agustus 2004 dan suduh menjabat selama tiga periode.

Sejarah itu diperkirakan akan kembali terulang melihat perkembangan politik paling mutakhir di negara kota berpenduduk empat setengah juta tersebut.

Jika masih ada yang bertanya-tanya pihak mana yang akan memenangkan pemilihan umum Singapura besok, sebaiknya dengarkan saja suara pihak oposisi.

Suara oposisi

Pritam Singh, pemimpin satu-satunya partai oposisi terpilih di parlemen Juni lalu memperingatkan suara oposisi akan "musnah" karena pemerintah bisa saja menguasai setiap kursi parlemen.

Progress Singapore Party (PSP), yang didirikan mantan kader partai berkuasa, lebih optimistis. Partai itu mendesak para pemilih untuk memberikan oposisi hanya sepertiga dari kursi parlemen.

"Tidak perlu khawatir bahwa pemerintah akan kembali memenangkan pemilu," ujar Leong Mun Wai, seorang pejabat PSP terkemuka kepada wartawan selama konferensi pers virtual bulan lalu, seperti dikutip Bloomberg.com (9/7/2020).

Leong mengatakan kemenangan partai berkuasa telah diperagakan berulang kali dalam sejarah pemilihan hingga membuat frustrasi banyak rekan dari kelompok alternatif.

Memang PAP tidak pernah kalah sejak kemerdekaan Singapura 55 tahun lalu.

Pertanyaan besarnya adalah apakah partai itu akan kehilangan dukungan dibandingkan dengan pemungutan suara pada Pemilu 2015. Atau, bisa jadi gagal memenangkan mayoritas dua pertiga di parlemen untuk pertama kalinya yang akan menandai perubahan monumental dalam politik Singapura.

Kalau tidak, PAP akan menguasai pembuatan konstitusi, yang telah dilakukan hampir 50 kali, termasuk amendemen mulai dari soal aturan sidang parlemen hingga pembentukan aturan pemilihan yang oleh partai oposisi disebut mempersulit mereka untuk menang.

Kinerja ekonomi petahana

Banyak pemilih dengan senang hati mendukung pemerintah dan tidak melihat masalah maupun kelemahan apa pun dengan sistem pemilihan.

PAP memang memiliki rekam jejak yang terbukti meningkatkan standar hidup dan menghilangkan korupsi.

Hal itulah yang membantu mengubah Singapura dari sebuah wilayah pelabuhan perdagangan kecil menjadi salah satu negara terkaya di dunia.

Bayangkan, negara tetangga itu memiliki produk domestik bruto per kapita yang melonjak lebih dari 150 kali selama enam dekade terakhir. Bahkan, sekarang angka itu lebih tinggi daripada negara-negara seperti AS, Jerman, dan Australia.

Tidak hanya itu, dari sisi pertahanan dan keamanan Singapura juga boleh berbangga. Negara boleh kecil, tapi sistem pertahanan dan kecanggihan alat utama sistem senjatanya cukup menggetarkan negara tetangga.

Akan tetapi, sejumlah tokoh oposisi utama mengatakan pemilihan yang lebih kompetitif akan meningkatkan akuntabilitas.

Dengan adanya oposisi yang kuat maka negara itu mengarah ke perdebatan kebijakan yang lebih kuat selama masa-masa yang tidak pasti seperti saat wabah Covid-19 mendera saat ini.

PAP Kuasai Aturan Permainan

Tidak hanya dilanda wabah Covid-19, Singapura kini juga menghadapi resesi terburuk yang pernah ada di tengah pandemi mematikan tersebut.

Kendati demikian, para analis menunjuk sejumlah aturan yang menurut mereka memberikan keuntungan struktural kepada petahana. Padahal, semua aturan itu pernah diperdebatkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Di antara isu panas itu termasuk soal konstituensi perwakilan kelompok (GRC) dan kurangnya komisi pemilihan independen.

Demikian juga dengan persyaratan simpanan lima digit dolar Singapura untuk kandidat anggota parlemen dan masa kampanye pemilihan yang paling pendek di dunia.

Padahal, kinerja oposisi yang lebih baik dari perkiraan berpotensi berdampak pada kebijakan. Karena itulah setelah hasil pemilu terburuk bagi PAP pada 2011, pemerintah bergeser ke langkah-langkah yang lebih populis.

Lee mulai memperketat izin kerja untuk orang asing dan meningkatkan pengeluaran untuk keluarga berpenghasilan rendah. Semua itu tentu akan menjadi nilai plus di mata publik untuk kembali memenangkan PAP sekaligus PM Lee.

Isyarat suksesi PM Lee

Memasuki 55 tahun usia negara itu, beberapa analis mengatakan margin kemenangan yang lebih ramping dapat mendorong partai untuk mengevaluasi kembali rencana suksesi untuk PM Lee.

Padahal, Lee telah mengisyaratkan akan mundur pada saat dia berusia 70 tahun pada 2022.

"Singapura membutuhkan pemilihan yang lebih adil sebelum dapat memiliki pemilihan yang benar-benar kompetitif," ujar Lee Hsien Yang, saudara lelaki sang perdana menteri yang berselisih dengannya terkait perselisihan keluarga dan mendukung PSP.

Putra pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, itu mengatakan negara yang diatur oleh satu partai akan berbahaya.

Dia khawatir Singapura akan mengarah pada pemikiran kelompok, arogansi dan perilaku kekuasaan.

“Ini berarti ada kekhawatiran nyata orang-orang dibungkam dan pemikirannya dibuldoser," ujarnya.

Dalam pidato kampanye minggu ini, Perdana Menteri Lee mengkritik proposal oposisi seperti upah minimum dan pendapatan dasar universal sambil menunjuk PAP sebagai tim yang kompeten yang dapat membawa Singapura melalui krisis.

Menceritakan kembali rekor PAP selama enam dekade dalam mempromosikan keharmonisan sosial dan meningkatkan kehidupan "di luar batas," Lee berdalih mandat yang kuat akan meyakinkan investor dan mencegah Singapura dari "dilupakan seperti begitu banyak negara kota dalam sejarah."

Kalau memang demikian halnya, dan publik masih percaya kepada PAP dan Lee, maka tidak heran jika pemilu parlemen besok kembali dimenangkan oleh petahana PAP.

Konsekuensi logisnya, Lee Hsien Loong akan kembali berkuasa sebagai pemimpin PAP yang sangat kuat dari sisi mana pun seperti judul tulisan ini, “Lee lagi, Lee lagi”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper