Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Gratifikasi di MA, KPK Dalami Kepemilikan Vila Nurhadi

Hal tersebut didalami KPK dari saksi yang dipanggil hari ini yakni Tejo Waluyo yang tercatat sebagai satpam.
Mantan Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara
Mantan Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kepemilikan vila oleh tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung Nurhadi, di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

Hal tersebut didalami lembaga antirasuah dari saksi yang dipanggil hari ini yakni Tejo Waluyo. Dalam jadwal pemeriksaan Tejo Waluyo ditulis sebagai satpam.

"Penyidik mengkonfirmasi mengenai dugaan kepemilikan vila oleh tersangka NHD (Eks Sekretaris MA Nurhadi) yang berada di daerah Ciawi, Bogor, Jawa Barat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (6/7/2020).

Selain memeriksa Tejo, KPK juga memeriksa saksi lainnya bernama Mohamad Abror yang merupakan seorang notaris. Dia diperiksa terkait dugaan kepemilikan perusahaan menantunya Nurhadi, Rezky Herbiyono. Rezky juga berstatus tersangka bersama Nurhadi.

"Diperiksa sebagai saksi untuk HSO (Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal), penyidik mengkonfirmasi mengenai pendirian perusahaan-perusahaan yang diduga milik tersangka RHE (Riezky Herbiyono)," kata Ali soal pemeriksaan Abror.

Adapun, Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) pada 16 Desember 2019 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011 - 2016.

Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun, penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper