Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Sebut Metode Pelatihan Kartu Prakerja Berpotensi Rugikan Negara

Potensi kerugian negara disebabkan karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). /ANTARA
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa metode pelaksanaan program pelatihan program Kartu Prakerja berpotensi merugikan negara. Hal ini didapat berdasarkan kajian KPK terkait dengan Kartu Prakerja.

“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis (18/6/2020).

Alexander mengatakan potensi kerugian negara disebabkan karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.

KPK juga mendapatkan sejumlah temuan ihwal lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.

“Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta,” kata Alexander.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga sempat melakukan kajian sejenis terkait Kartu Prakerja. Dalam temuan ICW, Sejumlah lembaga pelatihan diragukan kredibilitasnya dalam penyelenggaraan pelatihan secara daring.

Selain itu, dari hasil survei Indikator yang dirilis Minggu (7/6/2020), sebanyak 38,7 persen responden tidak setuju dengan program pelatihan online yang terintegrasi dalam Kartu Prakerja. Sementara itu, 10,2 persen menyatakan sangat tidak setuju.

Adapun, 25,3 persen responden setuju dengan program tersebut dan 4,5 persen sangat setuju.

Jika digabungkan antara yang bernada setuju dan tidak setuju, maka sebanyak 48.9 persen responden tidak setuju, sedangkan kelompok yang setuju 29,8 persen. Ada 21,4 persen lainnya yang memilih tidak tahun dan tidak menjawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper