Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meja Judi Makau Sepi Pemain, Pendapatan Kasino Mei Anjlok 93,2 Persen

Penutupan perbatasan akibat pandemi Covid-19 mengakibatkan kerugian lebih dari US$1 juta per hari bagi operator kasino di Makau
Dampak terjangan topan Hato di Makau./Reuters-Tyrone Siu
Dampak terjangan topan Hato di Makau./Reuters-Tyrone Siu

Bisnis.com, JAKARATA - Pendapatan industri judi di Macau anjlok cukup dalam pada Mei akibat penutupan perbatasan dari dan kota tersebut.

Hingga saat ini operator kasino di Makau masih menunggu pembukaan perbatasan untuk memicu pemulihan setelah pusat judi terbesar di dunia ini mengalami penutupan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pendapatan kotor dari industri judi di Makau hanya mencapai 1,76 miliar pataca atau US$221 juta pada Mei, atau turun 93,2 persen dari tahun sebelumnya.

Data ini dikutip dari Gaming Inspection & Coordination Bureau. Seperti dilansir Bloomberg, angka ini sedikit lebih baik dari angka median perkiraan analis sebesar 95 persen.

Sebelumnya, industri judi di kota ini mencatat rekor penurunan pendapatan hingga 97 persen pada bulan April.

Berdasarkan catatan Bloomberg, penurunan pendapatan pada Mei ini merupakan penurunan bulanan ke delapan secara berturut-turut. Operator kasino di kota ini sebelumnya telah mendapatkan pukulan tajam dari dampak perang dagang dan aksi protes di Hong Kong.

Kemerosotan pendapatan ini sekaligus menggarisbawahi tugas sulit untuk pulih dari shutdown 15 hari pada bulan Februari yang bertujuan membendung wabah virus Corona .

Pandemi telah diatasi di China daratan, Makau dan Hong Kong, tetapi meja-meja permainan di kasino masih sepi dari pemain karena efek pembatasan perbatasan dan visa.

Alhasil, kondisi mengakibatkan kerugian lebih dari US$1 juta per hari bagi operator kasino di Makau. Analis Sanford C. Bernstein Vitaly Umansky berharap pembatasan akan berkurang mulai bulan Juni ini, diikuti oleh pemulihan sepanjang musim panas.

"Bahkan dengan melonggarnya pembatasan, masih akan ada satu set risiko yang tampak jelas," ungkap Umansky dalam catatannya.

Pasalnya, dia melihat sejumlah faktor antara lain kekhawatiran gelombang kedua dari virus Corona, protes kembali berkobar di Hong Kong, dan pemulihan ekonomi China melambat karena hubungannya dengan AS memburuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper