Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Pemulihan Ekonomi Dunia Usai "Lockdown"

Empat bulan setelah wabah virus corona dinyatakan sebagai krisis kesehatan global dan memicu gerakan lockdown di seluruh dunia, ekonomi di sejumlah kawasan mulai menggeliat. Meski demikian, pemulihan diperkirakan bergerak dengan kecepatan lambat.
Lambang Uni Eropa terpampang di depan gedung Parlemen Eropa di Brussels, Belgia, Rabu (27/5/2020)./Bloomberg-Geert Vanden Wijngaert
Lambang Uni Eropa terpampang di depan gedung Parlemen Eropa di Brussels, Belgia, Rabu (27/5/2020)./Bloomberg-Geert Vanden Wijngaert

Bisnis.com, JAKARTA - Empat bulan setelah wabah virus corona dinyatakan sebagai krisis kesehatan global dan memicu gerakan lockdown di seluruh dunia, ekonomi di sejumlah kawasan mulai menggeliat. Meski demikian, pemulihan diperkirakan bergerak dengan kecepatan lambat.

Di kawasan euro, misalnya, ekonomi mulai menemukan jalan menuju titik terang menyusul pelonggaran kebijakan karantina wilayah. Hal itu memungkinkan ribuan bisnis kembali dibuka.

IHS Markit Eurozone Purchasing Managers' Index (PMI) Composite naik ke 30,5 pada Mei 2020 dari 13,6 pada April. Angka tersebut mengalahkan konsensus pasar sebesar 25. Baik output manufaktur dan aktivitas jasa menyusut dengan kecepatan yang lebih lambat dari bulan sebelumnya. Berdasarkan negara, output turun lebih sedikit di Prancis dan Jerman.

Namun, beberapa pejabat Bank Sentral Eropa mengatakan ekonomi mungkin telah mencapai titik terendahnya, sementara pemulihan masih sangat tidak menentu dan bergantung pada berapa lama tindakan karantina diberlakukan. Bloomberg Economics memprediksi ekonomi zona euro menyusut sekitar 14% pada kuartal ini setelah kontraksi 3,8% dalam tiga bulan pertama 2020.

"Permintaan kemungkinan akan tetap sangat lemah untuk jangka waktu lama, memberikan tekanan lebih lanjut pada perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja yang lebih agresif ketika skema retensi pemerintah berakhir," kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di IHS Markit, dilansir Bloomberg, Senin (1/6/2020).

Dia melanjutkan, pertumbuhan bisa merosot hampir 9% pada tahun ini dan pemulihan penuh bisa memakan waktu beberapa tahun.

Adapun langkah pelonggaran teranyar dilakukan oleh Pemerintah Spanyol yang menempatkan dua kota terbesarnya, yakni Madrid dan Barcelona ke fase kedua pengangkatan lockdown. Aturan fase kedua memungkinkan warga untuk bersepeda dan berolahraga pada waktu-waktu tertentu, sedangkan bar dan restoran dapat melayani di luar ruangan.

Pada fase ketiga, pusat perbelanjaan akan dibuka dengan kapasitas terbatas, bar dan restoran diizinkan melayani di dalam ruangan, bioskop dan teater juga dapat beroperasi dengan pembatasan penonton.

Di Jepang, pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Shinzo Abe mengangkat status darurat di ibu kota Tokyo pada Senin, 25 Mei 2020. Penurunan kasus yang terjadi setiap hari menjadi dasar kebijakan tersebut. Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura mengatakan panel penasehat pemerintah telah menyetujui rencana tersebut.

"Tidak ada lagi kebutuhan untuk keadaan darurat di setiap bagian negara," kata Nishimura.

Dia menambahkan bahwa pemerintah akan berusaha untuk menekan angka infeksi sambil membuka kembali perekonomian. Sebelumnya, Abe mengumumkan keadaan darurat di ibu kota dan beberapa daerah lain mulai 7 April 2020, yang kemudian meluas ke seluruh negeri. Status darurat mulai diangkat pada pertengahan Mei di sejumlah daerah dimana tingkat infeksi mereda.

Pandemi dan kebijakan pembatasan pergerakan telah mengantarkan ekonomi Jepang kepada kondisi resesi. Pada kuartal pertama tahun ini, ekonomi Jepang terkontraksi 3,4%. Analis memperkirakan Jepang akan menderita kontraksi hampir 22% pada kuartal kedua 2020. Adapun paket stimulus termasuk bantuan tunai kepada rumah tangga sejauh ini setara dengan lebih dari 20% PDB.

Di sejumlah prefektur yang bukan merupakan pusat ekonomi, bisnis mulai kembali dibuka. Namun perdagangan di pusat ekonomi seperti Tokyo dan Osaka masih belum berputar.

Gubernur Tokyo Yuriko Koike telah menetapkan pedoman untuk membuka kembali perekonomian karena warga secara bertahap melanjutkan kegiatan yang terhenti selama hampir 7 minggu. Sementara itu, Abe telah berjanji untuk bekerja dengan pemerintah daerah untuk mempersiapkan gelombang kedua infeksi yang menurut para ahli hampir tidak dapat dihindari.

Pada perkembangan lain, Pemerintah Selandia Baru yang dipuji dunia karena kebijakan penanganan virus yang terbukti tegas dan efektif, juga secara bertahap berupaya meningkatkan permintaan domestik di tengah langkah kewaspadaan yang masih diterapkan. Perdana Menteri Jacinda Ardern telah menempatkan status darurat ke level 2 pada 14 Mei 2020, setelah negara itu menerapkan salah satu lockdown paling ketat di dunia.

Pekan ini, pemerintah Selandia Baru akan meninjau batasan dalam level 2 dimulai dengan jumlah peserta pertemuan fisik yang aman. Selanjutnya, akan ada tinjauan persyaratan jarak fisik pada transportasi umum, yang memungkinkan bus dan pesawat terbang beroperasi pada kapasitas yang lebih besar.

"Semua ini adalah upaya untuk membuka kembali ekonomi secepat mungkin tetapi juga seaman mungkin. Belum ada kerangka waktu untuk itu," kata Ardern.

BERGANTUNG PADA VAKSIN

Pengalaman sejumlah negara yang telah mencabut lockdown membuktikan bahwa menghidupkan kembali ekonomi tak seperti membalikkan telapak tangan. China, misalnya, meski telah mampu menjalankan roda produksi, tetapi permintaan masih lemah.

Di Korea Selatan di mana infeksi dapat dikendalikan tanpa kebijakan lockdown, pengeluaran konsumen tetap rendah karena kasus baru terus muncul. Begitu pula dengan Swedia yang telah membuka ekonominya, tetapi masih menghadapi resesi terburuk sejak Perang Dunia II.

Sebelumnya, Profesor Universitas Harvard, Carmen Reinhart mengatakan, dunia kini membutuhkan vaksin untuk mengembalikan ekonomi ke arah pertumbuhan.

"Kita tidak akan mengalami sesuatu yang mirip dengan normalisasi penuh kecuali kita memiliki vaksin dan vaksin itu dapat diakses oleh populasi global pada umumnya," katanya.

Dana Moneter Internasional atau IMF juga telah memperingatkan resesi terbesar dalam hampir satu abad. Organisasi Buruh Internasional menyatakan lebih dari 1 miliar pekerja berisiko tinggi terhadap pemotongan gaji atau kehilangan mata pencaharian. Sedangkan Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan perdagangan global akan turun drastis pada paruh pertama tahun ini.

"Tanpa solusi medis, baik vaksin atau terapi efektif, perubahan perilaku yang persisten akan menyebabkan perubahan struktural besar dalam perekonomian," kata Shaun Roache, kepala ekonom Asia-Pasifik di S&P Global Ratings.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper