Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lagi-lagi Penganiayaan ABK WNI, Jenazah Dilarung ke Laut Somalia

WNI itu menjadi anak buah kapal atau ABK di kapal penangkap ikan berbendera Cina, Luqing Yuan Yu 623. 
Ilustrasi - Kapal nelayan melintas dengan latar belakang matahari terbit di perairan Selat Malaka, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (8/4/2020). -Antara
Ilustrasi - Kapal nelayan melintas dengan latar belakang matahari terbit di perairan Selat Malaka, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (8/4/2020). -Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kabar eksploitasi tenaga kerja asal Indonesia di kapal internasional tampaknya belum juga berhenti. Sebuah video viral di media sosial menunjukkan penganiayaan dan kekerasan fisik yang diduga dialami warga negara Indonesia.

WNI itu menjadi anak buah kapal atau ABK di kapal penangkap ikan berbendera China, Luqing Yuan Yu 623. Kekerasan fisik yang dialami oleh ABK bernama Herdianto itu diduga menjadi penyebab ia tewas dan dilarung ke laut Somalia.  

"Sebelum meninggal, Herdianto terindikasi terjadi mengalami penganiayaan, tindakan kekerasan fisik (pukulan dan tendangan dengan menggunakan pipa besi, botol kaca dan setrum)," ujar M. Abdi Suhufan dari National Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/5/2020).

Abdi mengatakan, kekerasan fisik terhadap Herdianto mengarah kepada indikasi kerja paksa. Akibatnya, Herdianto lumpuh hingga akhirnya meninggal dunia.

"Pada saat kejadian meninggalnya Herdianto, para ABK meminta kembali ke ke darat tapi tidak diizinkan nakhoda dan tetap menangkap ikan." 

Praktik perbudakan dan kekerasan yang dialami Herdianto itu viral di media sosial setelah video pembuangan jenazahnya beredar pada Sabtu, (16/5/2020). Dalam video yang terbagi menjadi beberapa bagian itu, terlihat juga kondisi ABK yang diduga Herdianto lumpuh hingga harus dibantu 3 rekan ABK lain untuk berdiri. 

Dalam cuplikan video yang lain, Herdianto tampak sudah tidak bernyawa dan jenazahnya dibungkus dengan kain bewarna oranye. Di video selanjutnya, jenazah dilempar ke laut oleh 4 ABK lainnya. Salah satu ABK mengucapkan sebuah kalimat dengan logat Jawa.

"Ngapung… wo… ngapung," ujar dia. 

Atas dasar temuan itu, DFW-Indonesia mendesak pemerintah melalui Kementerian Perhubungan, BP2MI dan Kementerian Tenaga Kerja saling bekerjasama untuk mengusut agen yang mengirimkan ABK Indonesia dan dipekerjakan di kapal Luqing Yuan Yu 623. Mereka juga meminta pemerintah Indonesia melakukan moratorium pengiriman ABK Indonesia ke kapal China. 

“Kementerian Luar Negeri harus segera berkoordinasi dan meminta keterangan pemerintah China atas kasus yang dialami ABK Herdianto yang sakit dan meninggal di kapal Luqing Yuan Yu 623 dan dilarung di laut Somalia," ujar Abdi.

Sebelumnya, kasus kematian ABK Indonesia di kapal China juga viral setelah video yang disiarkan televisi berita Korea Selatan memperlihatkan jenazah ABK Indonesia yang dilarung ke laut dari atas kapal nelayan China, Long Xing. Video ini mengungkapkan perbudakan dan eksploitasi terhadap awak WNI di kapal itu.

Video pertama kali diwartakan oleh Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada 6 Mei 2020, yang diberikan oleh awak kapal selamat kepada pemerintah Korea Selatan dan MBC untuk meminta bantuan saat kapal memasuki Pelabuhan Busan.

Menurut investigasi MBC, pembuangan jenazah ABK WNI terjadi di Samudera Pasifik pada 30 Maret 2020. Video dibagikan kanal YouTube MBCNEWS berjudul "[Eksklusif] 18 jam Kerja Sehari, Jika Sakit dan Meninggal, Buang ke Laut."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper