Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus India Dinilai Tak Dorong Perbaikan Permintaan

Ahli strategi dan ekonom khawatir bahwa stimulus dengan total nilai US$265 miliar yang dikucurkan Perdana Menteri India Narendra Modi hanya difokuskan untuk meningkatkan likuiditas.
Petugas menyemprotkan disinfektan untuk membasmi virus corona di dekat monumen India Gate di New Delhi, 22 Maret 2020./Bloomberg-Prashanth Vishwanathan
Petugas menyemprotkan disinfektan untuk membasmi virus corona di dekat monumen India Gate di New Delhi, 22 Maret 2020./Bloomberg-Prashanth Vishwanathan

Bisnis.com, JAKARTA – Ahli strategi dan ekonom khawatir bahwa stimulus dengan total nilai US$265 miliar yang dikucurkan Perdana Menteri India Narendra Modi hanya difokuskan untuk meningkatkan likuiditas daripada memulihkan permintaan dalam ekonomi yang terpukul pandemi virus corona.

Hampir setengah dari paket penyelamatan itu atau setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto, terdiri atas langkah-langkah moneter yang diumumkan sejak Februari.

Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman mengumumkan US$72 miliar fasilitas kredit kepada perusahaan kecil, shadow banking, dan distributor listrik.

Ekuitas berjangka di NSE Nifty 50 Index India yang diperdagangkan di Singapura turun 1,5 persen, Kamis (14/5/2020) setelah saham di ekonomi terbesar ketiga di Asia itu melonjak tajam dalam hampir 2 pekan dalam sesi hari sebelumnya didorong optimisme tentang paket penyelamatan.

Surendra Goyal dan Vijit Jain, analis ekuitas di Citigroup Inc. mengatakan tidak ada peningkatan permintaan yang dihasilkan dari stimulus tersebut.

Menurut mereka sebagaimana dilansir Bloomberg pada Kamis (14/5/2020), belum ada dorongan permintaan yang besar, yang diharapkan oleh pasar ekuitas. Mereka mempertahankan target Nifty sebesar 10.000.

Sementara itu, Kunal Kundu, ekonom di Societe Generale SA, mengatakan stimulus tidak menyasar bagian masyarakat yang paling rentan yakni buruh migran dan karyawan dari sektor yang tidak terorganisir.

"Kemungkinan akan memperpanjang penderitaan ekonomi, menunda pemulihan permintaan agregat dan berpotensi memperburuk situasi pasokan tenaga kerja," ujar Kunal Kundu.

Di sisi lain, Joseph Thomas, kepala penelitian di Emkay Wealth Management mengatakan langkah-langkah itu lebih condong menyasar penawaran dan sedikit yang ditujukan untuk memperbaiki permintaan.

"Mungkin, pengumuman di masa depan mengandung cakupan permintaan dan faktor sisi penawaran yang lebih seimbang. Faktor sisi permintaan umumnya cenderung bekerja lebih cepat karena berorientasi langsung ke unit konsumen," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper