Bisnis.com, JAKARTA - Perbaikian mutu pendidikan di Indonesia harus direalisasikan dengan terukur, sistematis, dan masif. Upaya itu pun tak dapat direalisasikan dengan kebijakan yang sifatnya insidental, tetapi melalui perombakan sistem.
Hal itu diungkapkan pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji. Dia menyebutkan hal pertama yang dilakukan jika ingin mengubah sistem pendidikan nasional ke arah yang lebih baik yakni dengan membuat kerangka kerja terperinci atau cetak biru atau blueprint.
"Sampai hari ini kita belum pernah punya blueprint pendidikan," ujarnya kepada BIsnis pekan lalu.
Menurutnya, salah satu poin penting yang harus diulas dalam blueprint tersebut adalah bagaimana membangun sumber daya manusia (SDM) unggul seperti yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, jelas dia, hingga saat ini definisi SDM saja tidak diperjelas.
Dia menilai tak ada panduan bagaimana membangun SDM melalui jalur pendidikan. "Untuk itu kita perlu blueprint. Blueprint harus menjadi bagian Undang-Undang Sisdiknas," tegasnya.
Lebih lanjut dia, menilai pendidikan Indonesia harus mengikuti zaman yang terus berkembang. Apalagi, saat ini dunia dihadapi dengan tantangan era revolusi industri 4.0 yang mendorong semua pihak melek internet.
Harusnya, menurut Indra, hal tersebut juga diterapkan ke dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sayangnya, dia menilai dunia pendidikan di negeri ini masih gagap di abad 21 yang tengah berjalan. Indra khawatir bisa-bisa pendidikan Indonesia ketinggalan arus perkembangan zaman.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian dengan menerapkan digitalisasi di dunia pendidikan. Menurutnya, guru tak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi.
"Anak didik harus kreatif mencari informasi menggunakan teknologi. Posisi guru yakni jadi pembimbing anak didik untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ada. Siswa harus bisa mengevaluasi dan menganalisa sendiri informasi yang didapatkan."
Demikian pula dalam mengukur hasil belajar siswa. Indra menyarankan agar hasil belajar siswa tersebut lebih kepada portofolio, atau lebih cenderung lagi ke elektronik portofolio. Menurutnya, Ujian Nasional tidak lagi relevan di abad ini. "Abad sekarang, pola evaluasinya perlu yang baru. Perbanyak karyanya, dibandingkan teorinya," imbuhnya.
Indra juga memberi catatan terkait anggaran pendidikan yang selama ini terpakai untuk program-program rutin yang tidak pernah dievaluasi efektivitasnya. Sebagai contoh, jelas dia, tunjangan profesi guru yang mekanismenya baru mampu meningkatkan pendapatan guru, belum meningkatkan kualitas ataupun mutu.
Padahal guru menjadi ujung tombak bagi pembangunan sumber daya manusia di sektor pendidikan. Lembaga pendidikan guru pun terbilang lemah. Dia menilai harusnya lembaga pendidikan dibenahi agar serius menyeleksi guru berdasarkan minat dan bakat.
"Kalau memang orangnya tidak minat menjadi guru, tidak punya bakat menjadi guru, jangan dipaksakan hanya untuk sekedar ada manusianya tetapi kontribusinya tidak ada," singgung Indra.