Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Klaim Program Kesejahteraan Universal di Inggris Capai 1,5 Juta

Program kesejahteraan universal ini akan dibayarkan kepada masyarakat yang tidak bekerja atau berpendapatan rendah. Angkanya tercatat naik tipis dari pekan lalu.
Suasana sepi di Tower Bridge di London, Inggris, Kamis (9/4/2020). Saat Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berada di unit perawatan kritis karena Covid-19, sejumlah pejabat menyusun rencana untuk memperpanjang masa lock down untuk mengendalikan krisis karena virus corona. Bloomberg/Simon Dawson
Suasana sepi di Tower Bridge di London, Inggris, Kamis (9/4/2020). Saat Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berada di unit perawatan kritis karena Covid-19, sejumlah pejabat menyusun rencana untuk memperpanjang masa lock down untuk mengendalikan krisis karena virus corona. Bloomberg/Simon Dawson

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Inggris menerima lebih dari 1,5 juta klaim dari pembayaran program kesejahteraan universal sejak 16 Maret 2020, ketika masyarakat mulai dihimbau tinggal di rumah.

Program kesejahteraan universal ini akan dibayarkan kepada masyarakat yang tidak bekerja atau berpendapatan rendah.

Angkanya tercatat naik tipis dari pekan lalu sebanyak 1,4 juta klaim. Jika dalam situasi normal, angka klaim per minggu hanya mencapai 55.000.

Departemen Tenaga Kerja dan Pensiun menyatakan 3 juta orang sudah mengklaim program ini dan masyarakat yang sudah mengklaim ketika lockdown dimulai akan mendapatkan uangnya mulai besok, Rabu (22/4/2020).

Setidaknya, pemerintah memperkirakan 93 persen dari pendaftar akan mendapatkan pembayaran secara penuh dan tepat waktu.

“Ini adalah saat yang sulit, tetapi program kesejahteraan universal akan memberikan jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi,” kata Sekretaris Tenaga Kerja dan Pensiun Thérèse Coffey, dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/4/2020).

Kenaikan klaim tersebut tidak bisa diartikan secara langsung menggambarkan kenaikan angka pengangguran karena orang yang bisa memanfaatkan program ini juga bisa diakses oleh warga yang mengalami penurunan pendapatan.

Sebelumnya, pemerintah Inggris menegaskan sama sekali belum berencana melakukan pelonggaran lockdown dalam waktu dekat.

Dalam rapat via konferensi video dengan para menterinya, Perdana Menteri Boris Johnson menekankan keengganan mengambil risiko terlalu cepat dengan kebijakan pelonggaran. Johnson sendiri saat ini masih berada dalam karantina setelah dinyatakan positif Covid-19 pekan lalu.

"Kami harus mengambil langkah yang masuk akal. Bisa jadi sebuah skenario buruk bila kami menerapkan pelonggaran dan gelombang kedua lonjakan virus datang. Kami tidak ingin mengulang semuanya dari awal," ujar Sekretaris Kebudayaan Inggris, Oliver Dowden mewakili kabinet, seperti dilansir Bloomberg, Senin (20/4/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper