Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Corona, ADB Prediksi Ekonomi Asia Tumbuh 2,2 Persen

Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan regional sebesar 2,2 persen pada 2020.
Deputy Chief Economist Asian Development Bank Joseph Zveglich (dari kiri) bersama dengan Country Director for Indonesia Winfried Wicklein, Vice President Bambang Susantono, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Maria Yuliana Benyamin, Direktur Bisnis Indonesia Gagaskreasitama Chamdan Purwoko dan Professor and Author of Indonesia and ADB:Fifty Years of Partnership Peter McCawley berfoto bersama di sela-sela kunjungannya ke Kantor Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Deputy Chief Economist Asian Development Bank Joseph Zveglich (dari kiri) bersama dengan Country Director for Indonesia Winfried Wicklein, Vice President Bambang Susantono, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Maria Yuliana Benyamin, Direktur Bisnis Indonesia Gagaskreasitama Chamdan Purwoko dan Professor and Author of Indonesia and ADB:Fifty Years of Partnership Peter McCawley berfoto bersama di sela-sela kunjungannya ke Kantor Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Jumat (6/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank memproyeksi pertumbuhan ekonomi regional di negara-negara berkembang Asia akan menurun tajam pada 2020 karena efek pandemi virus Corona atau Covid-19, sebelum akhirnya pulih pada tahun 2021.

Laporan terbaru Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan regional sebesar 2,2 persen pada 2020, atau turun dari 3,3 poin persentase relatif terhadap 5,5 persen yang diperkirakan ADB pada September 2019. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 6,2 persen pada 2021, dengan asumsi bahwa wabah berakhir dan aktivitas menjadi normal.

Jika mengecualikan Hong Kong, China, Republik Korea, Singapura, dan Taiwan, negara berkembang Asia diperkirakan akan tumbuh 2,4 persen tahun ini, dibandingkan dengan 5,7 persen pada 2019, sebelum rebound menjadi 6,7 persen tahun depan.

"Evolusi pandemi global sangat tidak pasti. Pertumbuhan bisa menjadi lebih rendah dan pemulihannya lebih lambat dari yang kami perkirakan saat ini. Untuk alasan ini, diperlukan upaya yang kuat dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi Covid-19 dan meminimalkan dampak ekonominya, terutama pada yang paling rentan," kata Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (7/4/2020).

Di China, kontraksi tajam dalam industri, layanan, penjualan ritel, dan investasi pada kuartal pertama karena wabah Covid-19 akan menurunkan ekonomi ke angka 2,3 persen tahun ini. Pertumbuhan akan pulih ke level di atas normal 7,3 persen pada 2021.

Di India, langkah-langkah untuk menahan penyebaran virus akan mengimbangi manfaat dari pemotongan pajak baru-baru ini dan reformasi sektor keuangan. Pertumbuhan di India diperkirakan melambat menjadi 4,0 persen pada tahun fiskal 2020 sebelum menguat menjadi 6,2 persen pada 2021.

Adapun, yang mendasari banyak kelemahan di Asia adalah lingkungan eksternal yang memburuk, dengan pertumbuhan mandek atau menyusut pada ekonomi industri utama Amerika Serikat, kawasan Euro, dan Jepang. Beberapa eksportir komoditas dan minyak, seperti yang ada di Asia Tengah, akan dilanda kejatuhan harga komoditas. Harga minyak Brent diperkirakan rata-rata US$35 per barel tahun ini, turun dari US$64 pada 2019.

Semua subregional Asia yang sedang berkembang pertumbuhannya akan melemah tahun ini karena permintaan global yang turun, dan di beberapa negara karena wabah domestik serta kebijakan karantina. Subregion yang lebih terbuka secara ekonomi seperti Asia Timur dan Tenggara, atau yang tergantung dengan sektor pariwisata seperti Pasifik, akan sangat terpukul.

Aktivitas ekonomi di subregion Pasifik diperkirakan akan berkontraksi sebesar 0,3 persen pada 2020 sebelum pulih menjadi 2,7 persen pada 2021.

Sementara itu, biaya global untuk menangani pandemi ini dapat berkisar antara US$2,0 triliun hingga US$4,1 triliun, setara dengan kerugian antara 2,3 persen hingga 4,8 persen dari produk domestik bruto global.

Perkiraan ini mencerminkan sifat pandemi global, penggunaan kebijakan karantina dan larangan perjalanan yang masif di seluruh dunia, dan data tentang bagaimana wabah mempengaruhi aktivitas di China.

Perlu dicatat bahwa perkiraan tersebut tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti gangguan pasokan, pengiriman uang yang terputus, biaya perawatan kesehatan yang mendesak, dan potensi gangguan keuangan, serta dampak jangka panjang pada pendidikan dan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper