Bisnis.com, JAKARTA – Permenkes Nomor 9/2020 dan PP Nomor 21/2020 dinilai masih kurang efektif sebagai landasan dalam menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020 tentang PSBB memiliki banyak kelemahan.
Dia menjelaskan landasan utama dari pembentukan PP yang berasal dari amanat Undang-undang Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memiliki empat perintah pembentukan.
Pertama, tata cara pemerintah pusat menetapkan dan mencabut kedaruratan kesehatan masyarakat. Kedua, penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Ketiga, tata cara pengenaan sanksi administratif. Keempat, kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Dengan PSBB atau sejenis karantina wilayah memiliki sejumlah konsekuensi bagi pemerintah. Misalnya saja kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok warga selama masa PSBB. Dia beralasan, PSBB memang berfungsi untuk melarang perpindahan orang,” ujar Fitri melalui konferensi pers virtual, Senin (6/4/2020).
Saat ini, penetapan dan tata cara PSBB merupakan kewenangan pemerintah pusat. Meski demikian, Fitri menilai belum ada pengaturan kriteria dan tata cara yang terperinci.
Alhasil sampai saat ini Kementerian Kesehatan juga belum memberikan persetujuan atas sejumlah pengajuan daerah untuk melakukan PSBB. Pengaturan PSBB juga masih sangat bersifat umum dan belum menyesuaikan dengan karakter setiap daerah. Selain itu, sesuai amanah UU, Fitri menegaskan pemerintah bisa mulai melakukan pendisiplinan dalam pemberlakuan PSBB.
“Ini berdasarkan UU ada sanksi yang sudah bisa dijalani jika masyarakat melanggar pasal, maupun bagi masyarakat yang melanggar dengan menghalangi orang melakukan karantina,” tutur Fitriani.
Dia menambahkan persetujuan antara pusat dan daerah ini harus detail, dan harus sesuai dengan keputusan daerah. Hal ini mengingat pemerintah daerah adalah pelaksana teknis.
“PSBB melarang pergerakan orang, kalau karantina melarang orang keluar. Maka jika Menkes sudah nyatakan suatu provinsi, kabupaten atau kota harus PSBB maka dibatasi pergerakannya. Ini yang tidak bisa dilakukan ke depannya bagi orang yang berencana mudik,” tuturnya.
Mandeknya penerapan PSBB ini, menurut Fitri, jika terlambat akan menyebabkan pembatasan pergerakan sosial gagal. Salah satu dampak keterlambatan adalah mudik yang mungkin masih akan terjadi dan memperluas rantai penyebaran virus dari arena terdampak ke daerah yang minim kasusnya.