Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Covid-19 Celah untuk Bebaskan Koruptor dari Penjara?

Physical distancing sebagai pencegahan virus corona sudah diterapkan di lapas. Di samping itu, jumlah narapidana korupsi tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya.
Petugas mendata warga binaan yang memenuhi syarat pembebasan keluar Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Maesa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (2/4/2020). Kemenkum dan HAM mengeluarkan dari penjara 30.000 tahanan dewasa dan anak di seluruh Indoensia lebih cepat dari masa hukumannya dengan proses asimilasi dan integrasi di rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19. ANTARAFOTO/Basri Marzuki
Petugas mendata warga binaan yang memenuhi syarat pembebasan keluar Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Maesa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (2/4/2020). Kemenkum dan HAM mengeluarkan dari penjara 30.000 tahanan dewasa dan anak di seluruh Indoensia lebih cepat dari masa hukumannya dengan proses asimilasi dan integrasi di rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19. ANTARAFOTO/Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19, tiba-tiba Menteri  Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengabarkan 5.556  narapidana dibebaskan pada Rabu (1//4/2020)  dengan alasan untuk mencegah penyebaran virus corona tipe SARS-CoV-2  penyebab Covid-19.

Covid-19 memang menghantui penduduk dunia, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, kaya atau miskin. Setiap orang bisa terinfeksi virus yang awalnya dari Kota Wuhan di China pada Desember 2019.

Berdasarkan catatan www.worldometers.info bahwa pada 1 April 2020, ada 950.505 kasus positif Covid-19 di 203 negara dan 1 kapal pesiar. Dari jumlah itu, sebanyak 48.276 orang meninggal, dan 202.631 orang sembuh.

Virus SARS-CoV-2 menular melalui dua cara. Pertama, lewat percikan atau droplet, bukan lewat udara (airborne disease). 

Percikan, tetesan, atau dalam istilah medis dikenal sebagai droplet saat seseorang batuk, bersin atau berbicara. Selanjutnya, percikan itu dengan cepat akan jatuh ke lantai atau permukaan lain.

Penularan secara langsung terjadi apabila seseorang yang terpapar virus corona batuk, bersin, atau berbicara dan percikannya langsung mengenai orang lain.

Situasi ini biasanya terjadi apabila pihak-pihak yang terlibat berinteraksi dalam jarak satu meter.

Itulah mengapa sangat disarankan agar menjaga jarak (physical distancing), setidaknya dua meter dengan orang lain. Dengan begitu, bisa terhindar dari terkena percikan.

Sedangkan penularan secara tidak langsung, yakni apabila seseorang menyentuh permukaan atau benda apa pun yang sudah terkena atau terkontaminasi percikan atau tetesan dari seseorang yang terpapar SARS-CoV-2.

Virus corona, seperti diketahui dapat bertahan selama beberapa jam di berbagai permukaan, seperti kaca, plastik, baja, tembaga, kertas, hingga kayu. Maka itu dari, WHO mengingatkan agar kita tak bosan-bosan mencuci tangan dengan sabun dan air minimal 20 detik, atau bila terpaksa, menggunakan hand sanitizer sebelum makan dan melakukan beberapa aktivitas penting lain.

Covid-19 Celah untuk Bebaskan Koruptor dari Penjara?

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (kedua kiri) berbincang dengan Ketua PMI Jusuf Kalla (kedua kanan) sebelum penyemprotan cairan disinfektan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jakarta, Jumat (20/3/2020). Penyemprotan tersebut dilakukan untuk antisipasi penyebaran COVID-19 di kawasan tersebut ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

Lapas Kelebihan Kapasitas

Terkait dengan pencegahan penularan Covid-19 itu, Yasonna pun mengambil kebijakan melepas narapidana dengan alasan lembaga pemasyarakatan (lapas) melebihi kapasitas.

Situasi ini dipandang rentan terjadi penularan di antara narapidana. Adapun dasar pengeluaran narapidana itu adalah  Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor 19 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 untuk menyiasati over kapasitas ini.

 Kemenkumham menghitung bisa mengeluarkan 30 ribu hingga 35 ribu warga binaan dengan payung hukum tersebut. Yasonna pun memerintahkan jajarannya agar segera menjalani Permenkum HAM Nomor 10 itu dan selesai dalam kurun waktu sepekan.

Yasonna mengklaim hingga saat ini belum ada satu pun narapidana atau warga binaan yang terinfeksi virus corona. Dia mengatakan hal itu bisa terjadi karena sejak awal menerapkan prosedur kesehatan yang ketat di seluruh lapas di Indonesia.

Klaim ini menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apakah para narapidana yang dikeluarkan itu benar-benar tidak terinfeksi SARS-CoV-2? Apakah mereka tes virus corona sebelum meninggalkan lapas?

Selain memunculkan pertanyaan di atas, ada hal lain yang menimbulkan pertanyaan, yakni wacana melepas narapidana kasus korupsi atau koruptor dan narapidana narkoba. Untuk melepas dua narapidana ini diperlukan persetujuan presiden untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan segera direvisi.

Ada 4 kriteria narapidana yang bisa dibebaskan dengan revisi PP itu, yakni:

Pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya.Jumlahnya sekitar 15.482 orang.

Kedua, terpidana korupsi dibebaskan dengan syarat sudah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa tahanannya. Jumlahnya sekitar 300 orang.

Ketiga, diberikan untuk narapidana khusus dengan kondisi sakit kronis yang dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah.

Mereka bisa bebas jika sudah menjalankan dua pertiga masa tahanannya. Jumlah terpidana khusus ini 1.457 orang.

Keempat, membebaskan terpidana warga negara asing yang kini berjumlah 53 orang.

Covid-19 Celah untuk Bebaskan Koruptor dari Penjara?

Kepala Rutan Kelas IIA Maesa Yansen (kiri) menyampaikan pesan-pesan kepada warga binaan yang memenuhi syarat pembebasan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Maesa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (2/4/2020). Kemenkum dan HAM mengeluarkan dari penjara 30.000 tahanan dewasa dan anak di seluruh Indoensia lebih cepat dari masa hukumannya dengan proses asimilasi dan integrasi di rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19. ANTARAFOTO/Basri Marzuki.

Pegiat Antikorupsi Menolak

Rencana pembebasan para koruptor itu memunculkan penolakan dari pegiat antikorupsi. Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, meminta Presiden Joko Widodo menolak wacana revisi PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pasalnya, wacana itu tidak relevan dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di lapas, karena Lapas Sukamiskin, misalnya,  justru memberi keistimewaan satu ruang sel diisi oleh satu narapidana kasus korupsi.

Malah, katanya, physical distancing  sebagai salah satu pencegahan virus corona sudah diterapkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lapas. Di samping itu, jumlah narapidana korupsi tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya.

Data Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2018 menyebutkan bahwa jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi. Artinya, narapidana korupsi hanya 1.8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan.

“Sehingga akan lebih baik jika pemerintah fokus pada narapidana kejahatan seperti narkoba atau tindak pidana umum lainnya yang memang secara kuantitas jauh lebih banyak dibanding korupsi,”ujarnya.

Peneliti  ICW  Kurnia Ramdhana mengatakan jika revisi PP itu disahkan oleh Presiden, maka sejumlah narapidana dapat langsung dibebaskan. Dia mencontohkan OC kaligis (78), Patrialis Akbar (61), Surya Dharma Ali (63), Setya Novanto (64) dan Siti Fadhila (70).

 Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menambahkah langkah Yasonna justru menggeser paradigma korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa sebagai tindak pidana biasa.

Insur menuturkan, penting untuk dipahami, bahwa kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara, korupsi juga merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, mempermudah koruptor bebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper