Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Kasus Covid-19 di New York Melonjak Lampaui Hubei

Amerika Serikat semakin dicekam dengan lonjakan kasus baru virus corona (Covid-19). New York melaporkan 9.300 kasus baru pada Selasa (31/3/2020).
Seorang lelaki mengenakan masker berjalan melewati papan petunjuk yang memandu orang ke pintu masuk stasiun penguji korona di sebuah rumah sakit di Berlin, Jerman./Bloomberg
Seorang lelaki mengenakan masker berjalan melewati papan petunjuk yang memandu orang ke pintu masuk stasiun penguji korona di sebuah rumah sakit di Berlin, Jerman./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat semakin dicekam dengan lonjakan kasus baru virus Corona (Covid-19) dengan New York yang melaporkan 9.300 kasus baru pada Selasa (31/3/2020).

Lonjakan ini serta merta mengerek total kasus di negara bagian AS tersebut menjadi 76.000, melampaui total jumlah kasus di provinsi Hubei China, tempat wabah ini bermula.

New York berkontribusi atas sebagian besar jumlah kasus Covid-19 di Negeri Paman Sam sekaligus telah membawa AS menyalip China sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi corona terbanyak di dunia.

Wabah Corona di China, yang kini tampak terkendali dengan rendahnya jumlah kasus baru, sebagian besar melanda provinsi Hubei yang mencatat 67.801 kasus per 30 Maret 2020.

Dengan populasi mencapai hanya sepertiga dari Hubei, New York sekonyong-konyong muncul sebagai pusat penyebaran baru Covid-19, penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru itu.

Virus ini telah menginfeksi lebih dari 800.000 orang dan merenggut lebih dari 40.000 nyawa di seluruh dunia. Korban tewas di New York akibat Covid-19 sendiri melebihi 1.500 orang, sementara Hubei mencatat lebih dari 3.100 korban tewas.

Seperti halnya Hubei, di mana krisis ini memuncak pada bulan Februari, seluruh rumah sakit New York kewalahan oleh banyaknya pasien. Beban ini bertambah dengan kekurangan pasokan dan peralatan medis yang mendesak, serta tenaga medis yang terinfeksi.

Perbedaan utama antara kedua hot spot itu adalah bahwa Hubei dikunci dan mengalami karantina massal yang berlangsung selama lebih dari dua bulan sejak akhir Januari.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengesampingkan langkah serupa di New York, meskipun penduduk di dalamnya diperintahkan untuk tidak keluar dari rumah mereka.

Kendati karantina Hubei menyebabkan penderitaan mendalam karena ribuan orang tidak dapat menerima perawatan medis yang memadai, langkah ini terbukti berfungsi untuk melindungi wilayah lainnya di China dari virus itu.

Per 30 Maret, tingkat kematian (fatality rate) di Hubei mencapai 4,7 persen, kira-kira lima kali lipat dari wilayah lain di China. Adapun tingkat kematian di negara bagian New York saat ini sekitar 2 persen.

Meski demikian, ada keraguan mengenai apakah jumlah kasus resmi di New York dan Hubei mencerminkan gambaran sebenarnya.

Data China telah berulang kali disesuaikan dan baru saja mengungkapkan jumlah orang yang terinfeksi tanpa gejala. Carrier yang tidak terdeteksi tersebut kemungkinan besar menyebabkan patogen yang mampu menyebar begitu luas dalam waktu singkat.

Adapun di New York, kurangnya alat tes menunjukkan bahwa petugas kesehatan hanya dapat menguji pasien yang menunjukkan gejala terparah. Artinya pula ada kemungkinan sejumlah kasus tak terdeteksi atas orang-orang dengan gejala ringan ataupun tanpa gejala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper