Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Redam Covid-19, Jokowi Kucurkan Rp405 Triliun dan 1.541 Pasien di China Tanpa Gejala

Pemerintah Indonesia mengalokasikan tambahan anggaran sebesar Rp405,1 triliun untuk mengendalikan penyebaran virus corona (SARS-CoV-2) di Indonesia.
Ilustrasi Virus Corona (Covid-19)
Ilustrasi Virus Corona (Covid-19)

Bisnis.com, JAKARTA – Pasien Covid-19 di Indonesia pada Selasa (31/3/2020), bertambah 114, sehingga total pasien terkonfirmasi Covid-19 menjadi 1.528 orang.

Juru Bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan data tersebut diperoleh hingga siang ini, Selasa (31/3/2020). Selain itu, ada penambahan kasus meninggal sebanyak 14 kasus. Jadi, hingga saat ini sudah ada 136 orang yang meninggal dalam wabah ini.

"Yang harus saya pastikan adalah, kasus kematian ini adalah yang terkonfirmasi pasien positif Covid-19)," ucap Yuri.

Di sisi lain, ada penambahan jumlah pasien yang sembuh, sebanyak enam orang. "Jadi total yang sembuh kini 81 orang," katanya.

 Dengan masih tingginya kkasus ini, Yuri pun tak henti-henti mengingatkan masyarakat untuk melakukan imbauan pemerintah.

"Hindari kerumunan. Putuskan rantai penularan ini dengan rajin mencuci tangan menggunkan sabun. Karena penelitian membuktikan, sabun membunuh virus ini," katanya.

Jokowi Gelontorkan Rp405 Triliun Tangkal Corona

Pemerintah Indonesia mengalokasikan tambahan anggaran sebesar Rp405,1 triliun untuk mengendalikan penyebaran virus corona (SARS-CoV-2) di Indonesia. Anggaran tersebut juga digunakan untuk meredam dampak ekonomi dari pandemi virus tersebut.

Jokowi menjabarkan bahwa Rp75 triliun dari anggaran itu akan dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan. Sebanyak Rp110 triliun untuk perlindungan sosial atau bantuan sosial. Kemudian, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat.

“Sebesar Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan pembiayaan dunia usaha, terutama usaha mikro, usaka kecil, dan usaha menengah,” kata Jokowi melalui video conference dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Aturan penunjang dua kebijakan ini juga sudah diterbitkan.

"Pemerintah sudah menerbitkan PP tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat UU tersebut," katanya.

Dengan demikian, Jokowi meminta tidak ada lagi kebijakan daerah yang berjalan sendiri. Semua pihak harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam penanganan Covid-19.

Luhut Batalkan Kebijakan Setop Bus Jurusan Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan enggan menjawab pertanyaan mengenai penghentian operasional bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) serta bus pariwisata dari dan ke Jakarta yang kemudian ditangguhkan oleh pemerintah pusat.

"Untuk itu [penghentian operasi bus] langsung ke Dishub saja," kata Anies saat menjawab wartawan di Balai Kota Jakarta, Senin (30/3/2020) petang.

 Kendati demikian, Anies mengatakan kebijakan penghentian operasi bus tersebut adalah langkah antisipasi mewabahnya virus corona (Covid-19).

"Yang jelas kebijakan ini untuk mengurangi penyebaran Covid-19 agar tidak meluas," kata Anies.

Sejatinya penghentian operasional bus dari dan ke Jakarta direncanakan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan berlaku pada Senin (30/3/2020) pukul 18.00 WIB. Namun yang terbaru, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Plt. Menteri Perhubungan memutuskan untuk menunda rencana tersebut hingga muncul kajian dampak ekonomi.

"Sesuai arahan dari Menko Maritim dan Investasi selaku Plt Menhub [Luhut Binsar Pandjaitan] pelarangan operasional itu ditunda dulu pelaksanaannya, sambil menunggu kajian dampak ekonomi secara keseluruhan. Seperti yang menjadi arahan Presiden [Joko Widodo] di ratas [rapat terbatas] pagi tadi," ucap Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, saat dihubungi, Senin (30/3/2020).

Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana menyetop operasi bus antarkota jurusan Jakarta mulai nanti malam. Alasannya, terjadi peningkatan jumlah kasus virus SARS-CoV-2 di daerah luar Jakarta.

"Harapannya, dengan pelarangan ini, maka akan bisa menekan penyebaran corona di daerah-daerah tujuan yang selama ini informasi dan laporan dari daerah itu terjadi peningkatan ODP [orang dalam pemantauan], maupun PDP [pasien dalam pengawasan] yang cukup signifikan," ucap Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo kepada wartawan, Senin (30/3/2020).

Penghentian operasional bus dari dan ke Jakarta direncanakan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan berlaku pada pukul 18.00 WIB, namun pihak Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih menunggu surat dari Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) untuk mengaplikasikannya.

"Untuk pelarangan layanan AKAP dari dan ke wilayah Jakarta belum bisa dilaksanakan, mengingat sampai saat ini BPTJ belum mengeluarkan surat pemberhentian layanan Angkutan Umum dari dan ke Jabodetabek. Jadi dari kesepakatan rapat Vicon pada Minggu 29 Maret 2020, penutupan dilaksanakan Senin ini jam 18.00 dan akan diterbitkan surat oleh Kepala BPTJ, namun sampai saat ini suratnya belum terbit. Jadi kami masih menunggu suratnya," kata Syafrin.

Jokowi Tetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Opsi Darurat Sipil

 Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (PP) soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dan Keputusan Presiden (Keppres) Kedaruratan Kemasyarakatan untuk mengantisipasi wabah virus Corona (Covid-19) di Indonesia.

PP dan Keppres tersebut akan mulai beralaku terhitung sejak 1 April ini. "Pemerintah telah menerbitkan PP PSBB dan Keppres Kedaruratan Kemasyarakatan," ucap Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).

Dia menegaskan, dengan terbitnya peraturan tersebut kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri. Menurutnya, kebijakan yang tempuh pemerintah kali ini adalah langkah paling logis dalam menghadapi wabah corona di Indonesia.

Jokowi menekankan bahwa pemerintah tidak bisa mengambil contoh dari negara lain yang telah menerapkan karantina total atau lockdown.

"Kita memang harus belajar dari negara lain. Tapi kita tidak dapat mengikutinya begitu saja. Setiap negara punya ciri masing-masing. Baik itu wilayah, jumlah penduduk, kondisi geografis, ekonomi, kemampuan fiskal dan lain-lain. Kita tidak boleh gegabah menentukan strategi," ucap Jokowi.

"Semua harus dikalkulasi betul-betul. Semua itu jelas, kesehatan masyarakat menjadi yang utama."

Darurat Sipil Tangani Corona, Kecuali...

Menteri Koodinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memastikan pemerintah tidak berencana memberlakukan status darurat sipil dalam penanganan Covid-19. Beleid darurat sipil sebenarnya telah ada sejak 1959.

“Pemerintah juga tidak sama sekali merencanakan untuk memberlakukan darurat sipil dalam konteks Covid-19. Ketentuan tentang darurat sipil itu ada UU-nya sendiri,” kata Mahfud melalui video conference di Jakarta, Selasa (31/3/2020) malam.

 Dia menjelaskan aturan darurat sipil telah berlaku sejak 1959 melalui UU 23 yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tahun 1959. Dari regulasi itu dinyatakan bahwa pemerintah dapat menyatakan negara dalam status darurat sipil.

“Itu sudah ada, [tetapi] tidak diberlakukan sekarang,” terang Mahfud.

Kendati demikian, saat ini aturan itu tetap akan disiagakan. Pemerintah baru akan memberlakukan darurat sipil dalam keadaan tertentu. Mahfud tidak menjelaskan secara terperinci keadaan bagaimana yang membuat darurat sipil diberlakukan.

“Tidak sekarang. Tidak untuk menghadapi Covid-19 kecuali perkembangan keadaan menjadi lebih sangat buruk dan menghendari itu, baru itu [darurat sipil] dihidupkan atau digunakan karena UU itu sudah hidup sejak 1959 sampai sekarang,” tutur Mahfud.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pembatasan sosial berskala besar untuk memerangi Corona perlu didampingi kebijakan darurat sipil. Langkah ini dimaksudkan agar aturan tersebut berjalan tegas di masyarakat.

Pernyataan itu dikuatkan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman. Dalam akun twitternya, Fadjroel menyebut tahapan dalam meredam pandemi Covid-19 adalah melalui pembatasan sosial berskala besar dengan kekarantinaan kesehatan.

“Presiden Jokowi menetapkan tahapan baru perang melawan Covid-19 yaitu pembatasan sosial berskala besar dengan kekarantinaan kesehatan. Hanya jika keadaan sangat buruk dapat menuju darurat sipil,” terangnya.

Rapid Test DKI Jakarta, 282 dari 17.534 Orang Berpotensi Positif  Covid-19
 

Tes cepat atau rapid test Covid-19 di DKI Jakarta menunjukkan 282 dari 17.534 orang ternyata berpotensi positif tertular virus corona SARS-CoV-2.

 Hal ini diungkapkan Ketua II Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta Catur Laswanto di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (31/3/2020).

Sebanyak 17.534 orang yang menjalani rapid test adalah kalangan prioritas berisiko besar tertular Covid -19 yang tersebar di lima kota administrasi dan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

"Tentu, sebagaimana protokol kesehatan yang berlaku terhadap 282 orang yang dinyatakan positif akan ditindaklanjuti dengan tes swab PCR [Polymerase Chain Reaction] sehingga hasilnya sesuai dengan yang diatur dalam protokol kesehatan," tambahnya.

Penentuan positif atau tidaknya WNI terkait Covid-19 merupakan wewenang pemerintah pusat, rapid test hanya berguna sebagai indikator awal.

Adapun, kalangan prioritas yang dapat melakukan rapid test menurut Pemprov DKI Jakarta yakni tenaga medis dan kesehatan yang memiliki risiko tinggi tertular Covid-19, dan merupakan garda depan penanganan penyakit tersebut di puskesmas atau seluruh rumah sakit di Jakarta.

Harapannya, dengan adanya rapid test, para petugas yang menangani langsung pasien-pasien Covid-19 ini memiliki rasa tenang. Selain itu, bagi petugas yang telah memiliki gejala Covid-19 dan dinyatakan positif lewat rapid test, bisa ditangani lebih cepat.

"Untuk tenaga kesehatan [di Jakarta] yang positif terinfeksi Covid-19 sebanyak 81 orang yang tersebar di 30 rumah sakit," tambahnya.

Kalangan prioritas selanjutnya, yakni masyarakat yang beratatus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), yang diduga kuat pernah berkontak dengan pasien positif Covid-19.

Denghan langkah ini, diharapkan penyebaran Covid-19 bisa lebih mudah ditekan apabila ODP atau PDP yang punya hubungan dekat dengan pasien positif diketahui statusnya lebih awal.

1.541 Pasien Covid-19  Tanpa Gejala

 China menyatakan bahwa mereka telah mendata 1.541 pasien baru COVID-19 yang asimtomatik pada Senin (30/3/2020).

Masih belum bisa dipastikan apakah jumlah tersebut hanya terdiri dari pasien yang sudah berada dalam karantina atau termasuk mereka yang sudah sembuh dan dipulangkan.

 Seperti dilansir Bloomberg, Selasa (31/3), laman resmi Komisi Kesehatan Nasional China menyampaikan dari jumlah tersebut, 205 kasus di antaranya melibatkan orang-orang yang datang dari luar negeri.

Polemik mengenai kasus tanpa gejala, pertama kali muncul setelah Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang mendesak pejabat-pejabat lokal untuk memprioritaskan perluasan pelacakan dan screening atas orang-orang yang terinfeksi Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala. Desakan ini turut dipicu sorotan domestik maupun internasional terkait banyaknya kasus di Negeri Panda.

Menariknya, di China, kasus Covid-19 tanpa gejala tak diklasifikasikan sebagai kasus terkonfirmasi. Ini adalah aspek yang patut disayangkan dari penanganan corona di negara tersebut karena dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa wabah virus corona di China belum benar-benar berlalu.

Kendati demikian, China sudah menegaskan bahwa mereka bakal segera membenahi metode itu. Mereka akan terus mencari kasus positif asimtomatik untuk kemudian diklasifikasikan ke dalam golongan kasus terkonfirmasi.

Kasus tanpa gejala biasanya hanya dapat diidentifikasi setelah melalui tes. Negara-negara yang punya kapasitas pengujian terbatas umumnya tak banyak bisa mendeteksi kejadian semacam ini.

Di China, hingga saat ini, sudah ada lebih dari 81.000 kasus Covid-19 yang terkonfirmasi, belum termasuk kasus tanpa gejala. Sebagian besar telah dinyatakan sembuh.

Negara ini kini “hanya” memiliki 2.161 pasien yang dikarantina di rumah sakit, menurut data Komisi Kesehatan setempat per Senin (30/3).

Muhadjir Sebut WNI Pulang dari Luar Negeri Diisolasi 

Menteri Koordinator Bidang Pendidikan, Manusia, dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy berharap warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri tidak pulang ke Indonesia, bila tidak perlu. Hal ini guna membantu pengendalian penyebaran virus SARS-CoV-2 di Indonesia.

“Kalau yang di luar negeri aman, ya di sana dulu sebab Indonesia sendiri sedang berusaha untuk menjaga keselamatan WNI yang di Indonesia,” kata Muhadjir usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo rapat terbatas soal penanganan arus masuk WNI dan pembatasan perlintasan WNA melalui video conference, Selasa (31/3/2020).

Muhadjir menyebut  bahwa sesuai arahan Presiden, pemerintah akan mengirimkan bantuan sosial kepada WNI di Malaysia, terutama yang berstatus pekerja harian. Seperti diketahui, negara tersebut telah memberlakukan movement control order (MCO) atau lockdown, sehingga berdampak pada ekonomi para pekerja harian.

Bantuan tersebut telah disepakati dalam bentuk bahan pokok dan kebutuhan lainnya. Bantuan ini akan dikirimkan oleh TNI.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa ada kepulangan WNI dari negara lain yang cukup menonjol adalah dari Malaysia dan yang berkerja sebagai anak buah kapal (ABK) di berbagai wilayah.

“Dari sisi jumlah WNI kita di malaysia jumlahnya melebih angka 1 juta orang, sementara data yang bisa kita himpun untuk ABK di kapal-kapal pesiar jumlahnya sekitar 11.838 di 80 kapal,” kata Retno.

Adapun bagi WNI yang tetap memutuskan untuk pulang ke Indonesia, pemerintah memutuskan setiap orang harus melalui protokol kesehatan sebelum kembali ke daerah asal. Dalam pemeriksaan awal di pintu perbatasan, status kesehatan WNI akan menentukan yang bersangkutan tergolong orang dalam pemantauan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP).

Setiap WNI juga diwajibkan membawa sertifikat sehat atau health certificate untuk kembali dari negara asal. Kedutaan besar RI di negara asal WNI, akan membantu untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Kemudian, sesampainya di Indonesia, baik melalui bandara atau pelabuhan, kesehatan setiap WNI akan diperiksa ulang.

“Walau sudah [punya] health certificate tapi ada gejala akan dipisahkan, nanti akan ada isolasi. Ada 4 tempat yang disiapkan pemerintah,” kata Muhadjir.

Tempat-tempat yang dimaksud adalah tempat yang biasa digunakan Kementerian Sosial untuk mengarantina orang-orang yang bermasalah dengan imigrasi. Kemudian ada tiga tempat lain yang secara khusus disiapkan, yakni pulau Galang, Kepualuan Natuna, dan pulau Sebaru.

Adapun yang berstatus ODP atau tanpa gejala, akan dikembalikan ke daerah asalnya melalui jalur darat dan laut. Kapal perang Republik Indonesia (KRI) telah disiapkan untuk mengantar para WNI tersebut mulai dari ke Sumatra hingga Jawa Timur.

“Sesampainya di sana [daerah asal] akan ditangani pemda, mulai dari pelabuhan sampai tujuan akhir jadi tanggung jawab pemda masing-masing,” kata Muhadjir.

Sesampai di tempat tujuan setiap WNI tersebut juga harus menjalani karantina. Kementerian Desa akan menyiapkan tempat karantina untuk WNI dari luar negeri di desa-desa.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper