Bisnis.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang pedoman kaifiat salat bagi tenaga kesehatan yang memakai alat pelindung diri saat merawat dan menangani pasien yang terinfeksi virus Corona (Covid-19).
Fatwa MUI bernomor 17 Tahun 2020 ini merupakan fatwa kedua yang dikeluarkan majelis dalam menyikapi kondisi yang terjadi di tanah air akibat wabah virus Corona.
Dalam fatwa tersebut diterangkan 11 poin berkaitan dengan tata cara salat bagi tenaga medis. Adapun tenaga medis kesehatan yang beragama muslim tetap wajib melaksanakan salat fardhu atau salat lima waktu dengan berbagai kondisi.
Apabila jam kerja tenaga medis telah selesai atau sebelum mulai kerja dia masih mendapati wakyu salat, maka wajib melaksanakan salat sebagaimana mestinya. Namun dalam kondisi lainnya, dia dapat menggelar salat dengan jama taqdim atau jama takhir.
Sementara itu, tenaga medis diperkenankan bertayamum apabila kondisi sulit untuk berwudhu. Dalam kondisi memiliki hadas dan tidak bersuci, paramedis tetap dapat melaksanakan salat dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu diulangi.
Di akhir fatwa itu, MUI juga meminta penanggung jawab di bidang kesehatan untuk mengatur shift tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu salat.
Baca Juga
Berikut isi lengkap Fatwa MUI pada 26 Maret 2020:
Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2020
tentang
Pedoman Kaifiat Salat Bagi Tenaga Kesehatan Yang Memakai Alat Pelindung Diri (APD) Saat Merawat Dan Menangani Pasien Covid-19
Ketentuan Hukum
1. Tenaga kesehatan muslim yang bertugas merawat pasien COVID-19 dengan memakai APD tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berbagai kondisinya.
2. Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja ia masih mendapati waktu shalat, maka wajib melaksanakan shalat fardlu sebagaimana mestinya.
3. Dalam kondisi ia bertugas mulai sebelum masuk waktu zhuhur atau maghrib dan berakhir masih berada di waktu shalat ashar atau isya’ maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama takhir.
4. Dalam kondisi ia bertugas mulai saat waktu zhuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar atau isya maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama taqdim.
5. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua shalat yang bisa dijamak (zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’), maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jama.
6. Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu shalat dan ia memiliki wudlu maka ia boleh melaksanakan shalat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada.
7. Dalam kondisi sulit berwudlu, maka ia bertayamum kemudian melaksanakan shalat.
8. Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudlu atau tayamum) maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah).
9. Dalam kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi shalat (i’adah) usai bertugas
10. Penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.
11. Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel