Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ashraf Ghani Kembali Terpilih jadi Presiden Afghanistan

Pengumuman hasil pemilu terus tertunda sejak rencana awal pada 19 Oktober lantaran IEC mempertimbangkan masalah teknis seperti adanya tuduhan penipuan dan protes dari para kandidat.
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani berjalan bersama saat upacara penyambutan, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/4)./REUTERS-Mast Irham
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani berjalan bersama saat upacara penyambutan, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/4)./REUTERS-Mast Irham

Bisnis.com JAKARTA - Ashraf Ghani kembali memenangkan Pemilihan Presiden Afghanistan setelah pengumuman hasil pilpres tertunda hampir lima bulan di tengah tingkat partisipasi yang rendah akibat ancaman kekerasan dan kekhawatiran akan kecurangan.

Dilansir dari Aljazeera, Rabu (19/2/2020), Komisi Pemilihan Independen (IEC) mengumumkan pada hari Selasa (18/2/2020), bahwa Ghani mengumpulkan 50,64 persen suara pada 28 September tahun lalu, mengalahkan Ketua Eksekutif Abdullah Abdullah, yang memperoleh 39,52 persen suara. Namun, Abdullah menentang hasil akhir dan berjanji untuk membentuk pemerintahan paralelnya sendiri.

"Tim kami, berdasarkan suara bersih dan biometrik adalah pemenang dan kami menyatakan kemenangan kami. Para penipu mempermalukan sejarah dan kami mengumumkan pemerintah inklusif kami," kata Abdullah pada konferensi pers di Ibu Kota, Kabul.

Pengumuman hasil pemilu terus tertunda sejak rencana awal pada 19 Oktober lantaran IEC mempertimbangkan masalah teknis seperti adanya tuduhan penipuan dan protes dari para kandidat.

Pada Desember 2019, IEC sudah mengumumkan hasil awal di mana Ghani memenangkan pemilihan ulang dengan selisih tipis, tetapi Abdullah menolak hasil tersebut karena dianggap sebagai penipuan dan dia meminta peninjauan penuh. Ghani menolak tuduhan itu.

Menyusul pengumuman hasil, Ghani muncul di antara para pendukung di Kabul, di mana ia menekankan pentingnya pembicaraan damai dengan Taliban.

"Sudah waktunya untuk membuat Afghanistan bersatu," katanya, mendesak kelompok bersenjata tersebut untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Dalam pemilihan pada September 2019, hampir 1 juta dari 2,7 juta suara awal yang terkumpul dihapus karena dianggap menyimpang. Alhasil, hanya 1,8 juta suara dihitung. Jumlah yang sangat kecil mengingat perkiraan jumlah warga yang memiliki hak pilih mencapai 9,6 juta dari populasi Afghanistan sebesar 35 juta.

Ghani pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada 2009 hingga meraih hampir seperempat suara. Dia mengejar ketertinggalan pada 2014.

Ghani berasal dari Provinsi Logar pusat, lahir pada 19 Mei 1949. Dia meraih gelar doktor dalam bidang antropologi dari Universitas Columbia dan pertama kali pergi ke AS sebagai siswa pertukaran pelajar sekolah menengah.

Ghani sempat mengajar di Universitas Kabul pada awal 1970-an. Selebihnya dia tinggal di AS, di mana ia menjadi akademisi sampai bergabung dengan Bank Dunia sebagai penasihat senior pada 1991.

Dia kembali ke Afghanistan setelah 24 tahun ketika Taliban disingkirkan oleh koalisi pimpinan AS pada 2001, dan menjabat sebagai kepala Universitas Kabul lalu karirnya terus menanjak sampai dia menjabat sebagai menteri keuangan di era Presiden Hamid Karzai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper