Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW: Pemberantasan Pidana Pencucian Uang Tak Sesuai Prioritas Jokowi

Rendahnya penggunaan pasal pencucian oleh penegak hukum dalam kasus penanganan pidana korupsi disorot ICW. Menurutnya, ini tak sesuai dengan keinginan Jokowi.
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (kiri) bersama anggota di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/6/19)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (kiri) bersama anggota di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/6/19)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch  (ICW) menyoroti rendahnya penggunaan pasal pencucian oleh penegak hukum dalam kasus penanganan pidana korupsi.

Pasalnya, dalam penelitian ICW tentang Tren Penindakan Kasus Korupsi 2019, lembaga tersebut mencatat hanya sekitar 1,1 persen dari 271 total kasus korupsi yang ditangani sepanjang 2019. Sedangkan pada 2018, penegak hukum mengenakan pasal pencucian uang terhadap tujuh kasus korupsi, atau sekitar 1,5 persen.

"Hal ini menunjukan ketidakseriusan penegak hukum dalam menerapkan kosep asset recovery dalam upaya memiskinkan pelaku korupsi agar menimbulkan efek jera," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah Rabu (19/2/2020).

Dia mengatakan salah satu contoh kasus yang dikembangkan dan dikenakan pasal pencucian uang yakni kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce yang melibatkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

Wana mengatakan rendahnya penggunaan pasal pencucian uang oleh penegak hukum tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berencana memprioritaskan asset recovery.

Dalam Pidato Presiden 16 Agustus 2019, Jokowi mengataan ukuran kinerja pemberantasan korupsi harus diubah. Keberhasilan penegak hukum bukan hanya diukur dari jumlah kasus. Tapi juga harus diukur dari berapa potensi kerugian negara yang bisa diselesaikan.

ICW juga menyebut tren penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum secara gradual dari 2017 hingga 2019 menurun, baik dari jumlah kasus maupun jumlah tersangka. Sebagai contoh, pada 2018 ada 454 kasus korupsi dengan 1.087 tersangka. Adapun pada 2019, penegak hukum hanya menangani 271 kasus dengan 580 tersangka.

Jika dirinci, Kejaksaan Agung menangani 109 kasus dengan 216 tersangka, Kepolisian menangani 100 kasus dengan 209 tersangka, sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi menangani 62 kasus dengan 155 tersangka.

Kasus yang ditangani KPK tercatat menimbulkan kerugian negara paling besar yakni Rp6,2 triliun. Sedangkan kerugian negara dari kasus yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan berturut-turut Rp1,3 triliun dan Rp847,8 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper