Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PascaBrexit, Waktu Adaptasi Ekonomi Inggris Terbatas

Menteri Keuangan Inggris Sajid Javid mengisyaratkaan bahwa Inggris berencana untuk mengalihkan ekonominya lebih jauh dari Uni Eropa.
Ilustrasi brexit/Reuters
Ilustrasi brexit/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Inggris Sajid Javid mengisyaratkaan bahwa Inggris berencana untuk mengalihkan ekonominya lebih jauh dari Uni Eropa.

Artinya, tahun ini pemerintahan Boris Johnson harus bekerja ekstra keras untuk membangun hubungan bilateral yang baru dengan blok ekonomi Eropa tersebut pasca Brexit.

"Tidak akan ada keberpihakan, kami tidak akan menjadi penguasa, dan kami tidak akan berada di pasar tunggal serta serikat pabean. Kami akan melakukan semuanya pada akhir tahun ini," kata Javid dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, dikutip melalui Bloomberg, Minggu (19/1).

Komentar Javid, ditambah dengan wacana Perdana Menteri Boris Johnson untuk memulai pembicaraan dagang dengan AS bulan depan, mengindikasikan bahwa Inggris berupaya untuk memberikan tekana awal pada tim perdagangan Uni Eropa sebelum resmi keluar pada 31 Januari.

Pemerintah Inggris mempercepat rencana negosiasi perdagangan dengan AS, Telegraph melaporkan, di mana para pegawai negeri sipil tengah menyusun saran untuk para menteri.

Pada saat yang sama, Johnson siap untuk mengajukan otorisasi dari kabinet untuk memulai pembicaraan dengan AS kemungkina selama agenda perjalanannya ke Washington.

Agenda negosiasi dengan Uni Eropa tahun ini sangat sempit dan tidak banyak waktu untuk melakukan adaptasi, dengan Uni Eropa mungkin menyetujui mandat negosiasi resmi hanya pada akhir Februari dan periode transisi resmi berakhir pada 31 Desember.

Johnson mengatakan bahwa tenggat waktu tidak dapat diubah, sementara kepala negosiator Uni Eropa Michel Barnier menyebut situasi ini akan menjadi sangat menantang.

Setiap langkah untuk memulai negosiasi dengan AS sebelum pembicaraan perdagangan dengan Uni Eropa dilakukan dapat mengirim pesan kuat ke Brussels bahwa Inggris ingin membebaskan diri dari peraturan Eropa.

"Dalam satu dan lain hal tentunya akan ada dampak terhadap bisnis. Beberapa mendapatkan manfaat, yang linnya mungkin tidak," kata Javid dalam wawancara Financial Times, mendesak perusahaan untuk menyesuaikan strategi mereka.

Dia berencana untuk mendukung lebih banyak proyek di daerah di luar London dan tenggara Inggris, serta memompa lebih banyak dana untuk melatih tenaga kerja negara itu.

Menurut Claire Walker, direktur co-eksekutif di Kamar Dagang Inggris, pemerintah harus secara jelas mengkomunikasikan perubahan ini tepat waktu dan memberikan dukungan substansial untuk membantu perusahaan beradaptasi.

"Ketidakpastian terkait tingkat divergensi memicu risiko di mana perusahaan mungkin memindahkan produksi mereka di tempat lain," kata Walker.

Adapun untuk kondisi keuangan Inggris, Javid mengungkapkan bahwa dia ingin meningkatkan tingkat pertumbuhan menjadi antara 2,7%-2,8% per tahun dengan meningkatkan produktivitas, yang telah menjadi penghambat ekonomi selama beberapa tahun terakhir.

Anggota parlemen dari Partai Buruh, John McDonnell, mengatakan bahwa pemisahan ini akan merugikan perdagangan dan menempatkan lapangan pekerjaan dalam posisi penuh risiko.

“Ketakutan tentang kenaikan harga pangan dan ancaman terhadap pekerjaan di industri motor dan manufaktur sekarang menjadi nyata. Ideologi sayap kanan mengesampingkan akal sehat," kata McDonnell dalam menanggapi komentar Javid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper