Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Suap Lampung Tengah, Gaduh setelah Mustafa Bernyanyi

Nama Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah kembali mencuat setelah sebelumnya pada 2018 dia diringkus oleh KPK dalam perkara suap. Berdasarkan catatan Bisnis, Mustafa diringkus oleh KPK dalam serangkaian operasi tangap tangan (OTT) pada Februari 2018 di Jakarta, Bandara Lampung dan Lampung Tengah. Setelah memeriksa 19 orang yang diamankan, KPK mendapatkan informasi bahwa Mustafa mengarahkan bawahannya untuk memberikan suap.
  Bupati Lampung Tengah dan Calon Gubenur Lampung Mustafa dengan rompi tahanan berbicara kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/2). Mustafa terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan KPK mengamankan uang 1 milyar dan ditetapkan sebagai tersangka. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Bupati Lampung Tengah dan Calon Gubenur Lampung Mustafa dengan rompi tahanan berbicara kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/2). Mustafa terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan KPK mengamankan uang 1 milyar dan ditetapkan sebagai tersangka. ANTARA FOTO/Reno Esnir

Bisnis.com,JAKARTA- Nama Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah kembali mencuat setelah sebelumnya pada 2018 dia diringkus oleh KPK dalam perkara suap.

Berdasarkan catatan Bisnis, Mustafa diringkus oleh KPK dalam serangkaian operasi tangap tangan (OTT) pada Februari 2018 di Jakarta, Bandara Lampung dan Lampung Tengah. Setelah memeriksa 19 orang yang diamankan, KPK mendapatkan informasi bahwa Mustafa mengarahkan bawahannya untuk memberikan suap.

“Diduga pemberian uang untuk anggota DPRD terkait persetujuan atas pinjaman daerah Rp300 miliar kepada PT [SMI] Sarana Multi Infrastruktur dan digunakan untuk proyek infrastruktur yang akan dikerjakan Dinas PUPR,” ujarnya Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif ketika itu.

Untuk memperoleh pinjaman tersebut, Pemerintah Lampung Tengah membutuhkan surat pernyataan bersama dengan DPRD sebagai persyaratan nota kesepahanan dengan PT SMI. Dalam proses pembahasan, pihak DPRD diduga meminta dana sebesar Rp1 miliar dan atas arahan Bupati, bawahannya berhasil mendapatkan Rp900 juta dari kontraktor swasta sementara sisanya Rp1 miliar didapatkan dari dana taktis pemerintah setempat.

“Dalam berkomunikasi muncul kode cheese atau keju sebagai sandi agar DPRD mau menandaangani surat persetujuan tersebut,” tuturnya.

Pada OTT ketika itu, selain Mustafa, KPK tiga orang sebagai tersangka yakni Taufik Rahman, Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah sebagai pihak pemberi. Dia dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang (UU) No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui melalui UU No.20/2001.

Sementara itu, dua tersangka lainnya yakni Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J. Natalis Sinaga dan seorang wakil rakyat setempat berinisial Rus. Sebagai penerima suap, mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbaharui melalui UU No.20/2001.

Dalam persidangan, Mustafa kemudian dihukum penjara selama tiga tahun karena terbukti menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar. Penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.

Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri. Kemudian, Bunyana dan Zainuddiin.

Ketika sedang menjalankan masa tahanannya, Mustafa meminta izin lembaga Pemasyarakatan untuk keluar menjenguk orang tuanya yang sedang sakit keras. Saat menjenguk orang tuanya, Mustafa membuat pernyataan kalau anggota DPR Azis Syamsudin meminta fee sebesar 8% dari persetujuan Dana Alokasi Khusus APBNP 2017.

Terkait pernyataan Mustafa tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Fahmi Hafel mengatakan, apa yang dikatakan Mustafa tidak berkaitan dengan perkara hukum yang tengah dia jalani.

Pasalnya, kasus Mustafa adalah terkait suap kepada anggota DPRD Lampung Tengah. Terkait pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero) sebesar Rp300 miliar pada tahun anggaran 2018.

“Peristiwa hukumnya berbeda dan dalam penyaluran DAK 2017 Lampung Tengah,” ujar Fahmi, Kamis (16/1/2019).

Menurutnya, keterangan yang diungkapkan di luar sidang sebagaimana yang dilakukan oleh Mustafa tidak dapat dinilai sebagai alat bukti dan tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti. Akan tetapi, dapat dipergunakan guna membantu menemukan bukti di sidang pengadilan.

“Dengan catatan, keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang ada hubungannya mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Sedangkan Mustafa bukan lagi berstatus terdakwa tetapi sudah berstatus narapidana,” terangnya.

Sebelumnya, nyanyian Mustafa itu ditanggapi oleh Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) yang mengadukan Azis Syamsuddin ke KPK. Tidak hanya ke KPK, KAKI juga melaporkan Azis ke Mahkamah Kehormatan DPR. 

Azis kemudian meradang dan mengadukan Mustafa ke Bareskrim Polri dengan sangkaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut dilakukan oleh kuasa hukumnya, Bambang Sukarno Sakti, pada Rabu (15/2/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper