Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Astra Agro Lestari Tbk. Segera Disidang

Hadi Susanto, Deputi Penegakan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa tiga perusahaan tersebut terlambat melaporkan aksi korporasi dengan rentang waktu keterlambatan satu hingga dua tahun.
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Karyawati menerima telepon di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (18/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha segera menyidangkan perkara tiga perusahaan terbuka karena lalai melaporkan aksi akuisisi.

Hadi Susanto, Deputi Penegakan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa tiga perusahaan tersebut terlambat melaporkan aksi korporasi dengan rentang waktu keterlambatan satu hingga dua tahun.

"Padahal berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah, pelaku usaha wajib melakukan notifikasi ke KPPU maksimal 30 hari kerja sesudah mendapatkan pengesahan dari otoritas pemerintah. Kalau perusahan privat, 30 hari setelah pengesahan Ditjen Administrasi Hukum Umum Kumham, kalau perusahaan terbuka setelah menyerahkan keterbukaan informasi publik ke OJK," jelasnya, Senin (2/12/2019).

Adapun ketiga perusahaan tersebut adalah PT Astra Agro Lestari Tbk, PT FKS Multi Agro Tbk, dan PT Merdeka Coppers Gold Tbk. Perusahaan-perusahaan tersebut, tuturnya, akan menjalani persidangan dalam waktu dekat.

PT Astra Agro Lestari Tbk diketahui terlambat melaporkan aksi korporasi berupa akuisisi saham PT Mitra Barito Gemilang yang bergerak di bidang perkebunan karet. Transaksi pengambilalihan tersebut dilakukan pada 5 Desember 2016 dengan nilai transaksi Rp16,199 miliar. Menurut Hadi, tanggal tersebut juga menjadi tanggal efektif yuridis dari aksi korporasi tersebut dan terjadi keterlambatan selama 634 hari.

Astra Agro Lestari mengambil alih saham dari Arif Dadang Suryana sebanyak 166.999 lembar saham sehingga menjadi pemegang saham mayoritas.

Sementara itu, PT FKS Multi Agro Tbk diketahui terlambat melaaporkan dua aksi korporasinya yakni akuisisi PT Terminal Bangsa Mandiri dan akuisisi terhadap PT Kharisma Cipta Dunia Sejati. Untuk akuisisi Terminal Bangsa Mandiri, pada 16 Desember 2015 dan efektif yuridis sejak 17 Desember 2015. Adapun nilai transaksinya mencapai Rp29,7 miliar.

“Tujuan akuisisi untuk memperluas basis asset guna menunjang dan memperkuat kemampuan logistiknya,” ujar Hadi.

Sementara itu, pengambilalihan PT Kharisma Cipta Dunia Sejati juga dilakukan pada 16 Desember 2015 dan berlaku efektif sehari sesudahnya dengan nilai transaksi mencapai Rp100 miliar, dan dilakukan dengan tujuan menunjukan kemampuan logistik.

Terakhir, PT Merdeka Coppers Gold Tbk diajukan ke persidangan karena terlambat melaporkan akuisisi PT Pani Brama Jaya yang dibeli pada 2 November 2018 dan mengalami keterlambatan selama 15 hari. Pengambilalihan saham ini menurut Hadi dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan usaha.

Komisioner KPPU lainnya, Guntur Saragih mengungkapkan bahwa dia dan koleganya sesama komisioner pada periode kali ini memberikan perhatian khusus terhadap proses merger akuisisi. Karena itu, pihaknya telah melakukan restrukturisasi sumber daya manusia sehingga terdapat tenaga yang cukup untuk memantau aksi-aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.

“SDM kami jumlahnya cukup banyak untuk melakukan penilaian terhadap proses merger dan akuisisi. Kami sudah perintahkan untuk melihat proses-proses merger dan akuisisi selama beberapa tahun ke belakang,” jelasnya.

Karena itulah, kata dia, jika pihaknya menemukan aksi korporasi yang melanggar prinsip persaingan usaha, pihaknya tidak segan-segan untuk memaksa perusahaan tersebut membatalkan merger maupun akuisisi.

“Meski belum pernah terjadi sebelumnya, kami tegaskan tidak akan segan-segan melakukan hal itu,” ucapnya.

Aturan lebih lanjut terkait pemberitahuan merger dan akuisisi diatur Peraturan Pemerintah (PP) No.57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Menurut PP Nomor 57 Tahun 2010 Perusahaan yang wajib melakukan notifikasi adalah perusahaan dengan nilai aset maupun nilai penjualan setelah terjadinya penggabungan, peleburan atau pengambilalihan, adalah, nilai aset badan usaha hasil penggabungan atau peleburan melebihi Rp2.5 triliun dan mempunyai nilai penjualan (omzet) badan usaha hasil penggabungan atau peleburan Rp5 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper