Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persaingan Tidak Sehat : KPPU Singkap Tata Niaga Bisnis Nikel

KPPU akan meminta keterangan dari para pemangku kepentingan dalam bisnis nikel mulai dari pertambangan, smelter hingga pemerintah selaku regulator.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelidiki dugaan persaingan usaha tidak sehat di bisnis nikel
Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelidiki dugaan persaingan usaha tidak sehat di bisnis nikel

Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penelitian terkait dengan tata niaga nikel.

Juru bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan bahwa selama 3 bulan terakhir pihaknya sudah melakukan pengkajian terkait dengan penjualan nikel ore di dalam negeri. Dalam kajian itu, komisi memanggil beberapa pihak untuk mengetahui seluk beluk bisnis nikel tersebut.

“Dalam rapat komisioner diputuskan untuk melakukan penelitian terkait penjualan dan harga nikel. Ini murni inisiatif kami dan sampai saat ini belum ada laporan sesuai prosedur yang kami terima,” ujarnya, Senin (18/11/2019).

Dia melanjutkan, dalam penelitian, pihaknya akan meminta keterangan dari para pemangku kepentingan dalam bisnis nikel mulai dari pertambangan, smelter hingga pemerintah selaku regulator.

Jika ditemukan minimal satu alat bukti, maka proses tersebut bisa dinaikkan ke tahap penyelidikan. Akan tetapi, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan buah dari penelitian tersebut berbentuk advokasi kebijakan yang ditujukan kepada pemerintah.

M. Zulfirmansyah, Direktur Ekonomi KPPU menjelaskan bahwa dalam telaah awal pihaknya melihat ada persoalan regulasi terkait pricing dari bahan nikel ore. Telaah itu, lanjutnya, akan menjadi bahan awal dari proses penelitian yang mulai ditangani oleh pihaknya.

“Kami tidak menargetkan kapan penelitian ini akan rampung namun biasanya akan dilaporkan setiap 30 hari kerja,” tuturnya.

Dia memberikan gambaran bahwa pada umumnya, jika suatu komoditas dilarang diekspor dan mesti dijual di dalam negeri melahirkan konsentrasi pasar yang tinggi.

Jika terjadi konsentrasi pasar yang tinggi maka hal itu memberikan posisi tawar yang kuat kepada salah satu pihak dan posisi tawar yang rendah kepada pihak lainnya sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha yang tidak sehat.

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengaku telah  melaporkan dugaan persaingan usaha tidak sehat terkait harga nikel ke KPPU. Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey menjelaskan bahwa ada dua smelter besar yang beroperasi dan menyerap nikel di atas 60% sehingga menguasai harga.

"Smelter besar itu jadi barometer smelter-smelter kecil mengikuti harga. Menyerap di atas 60% permintaan yang mayoritas makanya menguasai harga dan smelter lain mau tidak mau mengiktui harga mereka,” ujarnya dalam rapat dengan DPR pekan lalu.

Berdasarkan kesepakatan yang disampaikan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harga nikel yang akan diserap smelter paska pelarangan ekspor Oktober silam dengan harga US$30 per metrik ton.

Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi telah memberikan pernyataan mencabut penghentian ekspor bijih nikel sementara meskipun terbatas hanya bagi perusahaan nikel yang sudah lulus evaluasi.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bagi perusahaan yang memenuhi ketentuan ekspor bijih nikel, yakni sesuai dengan kuota yang diberikan, kadar yang tak melebihi 1,7%, dan pembangunan smelter sesuai progress dapat kembali melakukan ekspor sebelum tenggat waktu pelarangan yang ditetapkan pada 1 Januari 2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper