Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilih Oposisi, PKS Bisa Jadi Pemimpin Partai Kanan

Posisi partai politik saat ini dapat menentukan simpati publik pada pemilu serentak 2024. Kini, baru Partai Keadilan Sejahtera yang menempatkan diri sebagai oposisi pemerintah.

Bisnis.com, JAKARTA – Posisi partai politik saat ini dapat menentukan simpati publik pada pemilu serentak 2024. Kini, baru Partai Keadilan Sejahtera yang menempatkan diri sebagai oposisi pemerintah.

Direktur Polmark Indonesia, Eep Saifullah Fatah mengatakan bahwa secara pemasaran elektabilitas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Semuanya yaitu market leader (pemimpin), market challenger (penantang), dan market follower (pengikut). 

“Presiden [Joko Widodo] misalnya itu pasti market leader. Kalau presiden sukses, partai lain lebih berat untuk mengakui sukses ketika ada atribusi tertentu terhadap suksesnya pemerintahan. Maka market leader yang akan bisa menampungnya,” katanya di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (15/11/2019).

Eep menjelaskan bahwa oleh karena itu partai pengusung Presiden tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai wadah yang membesarkan namanya.

Sementara itu, Partai Gerindra disebutnya sebagai market challenger karena memiliki Prabowo Subianto. Dia bisa memanfaatkan posisinya tersebut saat ada kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.

Penantang lalu menyampaikan ide-ide untuk menarik simpati publik. Tapi akhirnya Prabowo jadi menteri sehingga masuk sebagai pengikut. “Ketika posisi market challenger sudah hilang, sudah sulit untuk melakukan positioning,” jelasnya.

Eep menuturkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan partai kanan dan sebagai oposisi bisa memanfaatkan ini. PKS jangan menjadi penantang tapi sebagai pemimpin.

“Karena di ceruk partai kanan tak bisa mengambil atribusi langsung. Maka di ceruk partai kanan yang bisa tampil sebagai leader adalah yang mengusulkan berbeda. Posisi itu yang diperebutkan oleh PKS dan Pan,” ucapnya.

Berdasarkan penelitian Polmark, terjadi perbedaaan cukup mencolok antara pemilihan presiden dengan legislatif pada pemilu lalu.

Jokowi-Amin berdasarkan hasil pemungutan mendapat sekitar 85 juta suara. Sementara itu seluruh partai pengusung jika digabung, mendapat 86,8 juta suara. Ada 1,1 juta suara hilang.

Di sisi lain Prabowo-Sandi memperoleh 68 juta suara dan seluruh partai pengusungnya 53 juta. Ada selisih 15 juta suara.

“Jadi pelajaran yang sangat penting di 2024 adalah amankan suara lebih baik. Jangan sampai ada suara yagn tidak sah menyebar yang jika digabungkan mencapai 17 juta,” tambah Eep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper