Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Budaya di Tangan Menteri Milenial

Dalam kesempatan wawancara dengan media maupun pidatonya, Nadiem memang banyak menyebut soal pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sebagai misi utama yang dititipkan presiden kepadanya. Namun, yang tak banyak disebut dalam banyak kesempatan itu adalah kebudayaan. Bagaimana nasib budaya di tangan sang menteri muda?
Foto: Reni Lestari
Foto: Reni Lestari

Bisnis.com, JAKARTA - Nadiem Anwar Makarim melepas peci usai serah terima jabatan di Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (23/10). Sebagaimana pejabat yang baru saja dilantik, kegiatan pertamanya usai sertijab adalah berkeliling kantor baru sembari berkenalan dengan para staf.

Beberapa saat sebelumnya di Istana Negara, dia menjadi satu-satunya menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju yang dipanggil 'mas' oleh Presiden Joko Widodo. Ketika memenuhi undangan Istana dengan kemeja putih, Senin (21/10), masyarakat segera tahu bahwa pria kelahiran 4 Juli 1984 itu akan menjadi menteri termuda di jajaran pembantu Jokowi-Ma'ruf Amin.

Setelah prosesi sertijab, Nadiem pertama kali mengunjungi Perpustakaan Kemendikbud saat berkeliling kantor barunya. Di sebuah rak, dia menunjukkan buku berjudul How Children Succeed karangan Paul Though yang diakui sebagai buku favoritnya. Mantan bos Gojek itu kemudian mengatakan betapa pentingnya kualitas pendidikan diperhatikan sejak dini.

Dalam kesempatan wawancara dengan media maupun pidatonya, Nadiem memang banyak menyebut soal pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sebagai misi utama yang dititipkan presiden kepadanya. Pengalamannya sebagai pendiri perusahaan rintisan bidang teknologi, dipercaya mampu mendorong perubahan dengan perspektif dan cara kerja milenial.  

Namun, yang tak banyak disebut dalam banyak kesempatan itu adalah kebudayaan, sebagai bagian tak terpisahkan dari tugas Mendikbud. Bagaimana nasib budaya di tangan sang menteri muda? Ditanya mengenai visi pengembangan budaya, Nadiem enggan buru-buru menjawab.

"Saya belum bisa bilang terobosoan apa, yang jelas akan ada paling tidak perubahan-perubahan yang terjadi, tetapi yang pasti harus disimak dulu [kerja-kerja sebelumnya]," ujarnya.

Muhadjir Effendy, Mendikbud di Kabinet Indonesia Kerja yang saat ini beralih menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), juga tak banyak berkomentar mengenai hal itu.

Muhadjir hanya menekankan, sesuai arahan Jokowi tentang pendidikan dan SDM, Nadiem diharapkan menciptakan terobosan dan program-program baru. Sedangkan terkait dengan tugasnya sebagai Menko PMK, yang digarisbawahi ada dua saja, yakni memperluas lapangan kerja dan manajemen talenta.

"[Arahan] Soal pengembangan budaya, tidak ada," katanya sambil berlalu meninggalkan kerumunan wartawan.

Gelagat para pejabat di awal masa pemerintahan baru itu seolah menambah daftar panjang kekecewaan para pegiat kebudayaan serta pekerja sastra dan seni. Baru-baru ini, sastrawan Eka Kurniawan menolak Anugerah Kebudyaaan dan Maestro Seni Tradisi dari Kemendikbud yang sedianya diberikan pada 10 Oktober 2019. Sikap itu merupakan pangkal dari kekesalan akan lemahnya perlindungan negara terhadap pelaku dan karya sastra serta seni.

Perampasan buku oleh aparat, pembajakan hingga kasus HAM masa lalu yang melibatkan penyair Widji Tukul, membuatnya mempertanyakan komitmen negara atas kerja-kerja kebudayaan.

"Suara saya mungkin terdengar arogan, tapi percayalah, negara ini telah bersikap jauh lebih arogan dan cenderung meremehkan kerja-kerja kebudayaan," tulis Eka di laman facebook-nya.

Inventarisasi Seni Rupa

Selain sastra, pemerintah juga masih menyimpan segudang pekerjaan rumah di bidang seni rupa. Mikke Susanto, kurator seni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengatakan, pemerintah belum maksimal menunjukkan kepedulian terhadap pemberdayaan warisan budaya, khususnya seni rupa. Hal paling umum yang sudah dilakukan adalah dokumentasi dan pengarsipan karya, meskipun baru segelintir lembaga saja yang melakukannya.

Mikke mengatakan, yang dibutuhkan saat ini adalah program terkait bagaimana dokumentasi dan arsip itu dapat memberdayakan warisan budaya itu sendiri.

"Maksudnya, berdaya guna bagi peningkatan pelestarian warisan budaya Nusantara," katanya.

Selain itu, kepentingan pengarsipan juga untuk menaikkan pamor karya dan pemiliknya, yakni Bangsa Indonesia. Hal itu berguna jika sewaktu-waktu ada negara lain yang mengklaim suatu budaya sebagai miliknya. 

Hal lain mengenai warisan budaya seni rupa adalah nilai ekonomis yang didapat dari penilaian sebagai barang milik negara. Menurut Mikke, meski karya seni rupa melimpah ruah di banyak institusi, belum banyak pihak yang melakukan penilaian aset sejauh itu.

Salah satu dari sedikit lembaga tersebut yaitu Galeri Nasional Indonesia, yang sejak tahun lalu melalui Pameran Koleksi Nasional, merangkul sejumlah institusi dalam gerakan inventarisasi dan dokumentasi karya seni rupa.

Pustanto, Kepala Galeri Nasional mengatakan, sayangnya belum ada regulasi yang memberi kewenangan penuh kepada pihaknya untuk melakukan gerakan tersebut kepada seluruh kementerian/lembaga negara dan pemerintah daerah.

Galeri Nasional yang selayaknya menjadi pusat konservasi seni rupa Indonesia membutuhkan kewenangan untk menyisir koleksi seni rupa di seluruh negeri, bahkan luar negeri. 

"Kita perlu duduk bareng memang, semua lembaga terkait," ujarnya.

Terhadap kepemimpinan dan kabinet baru, Mikke berharap adanya lembaga khusus di bawah presiden yang khusus megurusi warisan kebudayaan. Lembaga tersebut dapat berperan sebagai pengelola aset kebudayaan sebagai bagian dari modal pencitraan dan kapital.

"Bidang kebudayaan perlu meletakkan dirinya bukan hanya sebatas birokrasi, tetapi memberi jangkauan luas terhadap semua bidang," katanya.

Segenap harapan Mikke, Pustanto, serta pelaku budaya lain kini berada di pundak Nadiem Makarim, menteri termuda kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Bagaimana nasib budaya di tangan menteri muda? Kita nantikan bersama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper